CAKRAMANGGILINGAN
Dalam tradisi Jawa, ada istilah alam purwa, alam madya dan alam wasana. Perjalanan manusia atau apa yang kita alami adalah siklus dari alam purwa (ora ana), lalu alam madya (ana), menuju alam wasana (ora ana), dan seterusnya kembali pada alam purwa.
Pemahaman ini mengadopsi konsep trimurti, dimana Dewa Brahma sbg pencipta, Dewa Wisnu sbg pemelihara, dan Dewa Siwa sbg penghancur.
Ini semua menjelaskan tentang siklus alam, yang selalu muncul, bertahan, lenyap, muncul, bertahan, lenyap, dan seterusnya. Siklus yang seperti roda (cakra) berputar (manggilingan). Dalam bahasa Jawa disebut sebagai cakramanggilingan.
Memahami sifat alam yang selalu bersiklus seperti ini, menunjukkan bahwa dunia ini tidak kekal. Segala hal yang bisa muncul pasti suatu saat akan lenyap. Orang Jawa memahami bahwa urip iku mung mampir ngombe. Hidup itu hanya mampir minum. Dalam setiap perjalanan, betapa indah atau tidak, suatu persinggahan hanya sementara.
Kegagalan dan keberhasilan, keduanya juga muncul lenyap. Karena itu mereka bukanlah tujuan sejati. Tujuan sejati melampaui sifat muncul dan lenyap. Tujuan sejati mestinya lebih transenden, melampaui muncul dan lenyap, tidak lain adalah dengan menerima dua aspek tersebut.
Kebahagiaan dan kedamaian (urip tentrem), itu bukan keberpihakan pada salah satu aspek saja, melainkan menerima dua aspek tersebut. Dengan kata lain, cakramanggilingan diterima dengan lapang dada (legowo).
結果 (
日本語) 1:
[コピー]コピーしました!
CAKRAMANGGILINGANDalam tradisi Jawa, ada istilah alam purwa, alam madya dan alam wasana. Perjalanan manusia atau apa yang kita alami adalah siklus dari alam purwa (ora ana), lalu alam madya (ana), menuju alam wasana (ora ana), dan seterusnya kembali pada alam purwa. Pemahaman ini mengadopsi konsep trimurti, dimana Dewa Brahma sbg pencipta, Dewa Wisnu sbg pemelihara, dan Dewa Siwa sbg penghancur. Ini semua menjelaskan tentang siklus alam, yang selalu muncul, bertahan, lenyap, muncul, bertahan, lenyap, dan seterusnya. Siklus yang seperti roda (cakra) berputar (manggilingan). Dalam bahasa Jawa disebut sebagai cakramanggilingan. Memahami sifat alam yang selalu bersiklus seperti ini, menunjukkan bahwa dunia ini tidak kekal. Segala hal yang bisa muncul pasti suatu saat akan lenyap. Orang Jawa memahami bahwa urip iku mung mampir ngombe. Hidup itu hanya mampir minum. Dalam setiap perjalanan, betapa indah atau tidak, suatu persinggahan hanya sementara.Kegagalan dan keberhasilan, keduanya juga muncul lenyap. Karena itu mereka bukanlah tujuan sejati. Tujuan sejati melampaui sifat muncul dan lenyap. Tujuan sejati mestinya lebih transenden, melampaui muncul dan lenyap, tidak lain adalah dengan menerima dua aspek tersebut. Kebahagiaan dan kedamaian (urip tentrem), itu bukan keberpihakan pada salah satu aspek saja, melainkan menerima dua aspek tersebut. Dengan kata lain, cakramanggilingan diterima dengan lapang dada (legowo).
翻訳されて、しばらくお待ちください..
