TEMPO.CO, Jakarta - PT Weda Bay Nickel, Anak usaha perusahaan tambang dan metalurgi terintegrasi asal Prancis, Emerat SA akan mulai membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel tahap pertama di Halmahera, Maluku Utara pada 2014. Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto, mengatakan pabrik tersebut merupakan pabrik pengolahan nikel menjadi produk logam (metal product).
“Nantinya dari pengolahan itu akan dihasilkan produk untuk bahan baku perusahaan baja yaitu carbon steel dan stainless steel," katanya usai bertemu Presiden Direktur Weda Bay, Alain Giraud di Jakarta, 8 Februari 2013.
Nilai investasi tahap pertama itu senilai US$ 3,3 miliar. Pembangunan pabrik diperkirakan selesai dan mulai beroperasi pada 2018. Menurut Panggah, Weda Bay sudah menyiapkan tambahan investasi US$2,2 miliar pada tahap kedua atau setelah 2018. Sehingga total nilai investasi pembangunan pabrik nikel itu sebesar US$ 5,5 miliar. Pabrik tersebut diperkirakan bisa menyerap 2.200 tenaga kerja pada investasi tahap pertama. "Untuk perluasan berikutnya bisa menyerap 3.500 tenaga kerja tambahan," kata Panggah.
Kapasitas produksi tahap pertama pabrik pengolahan itu mencapai 35 kiloton nikel per tahun. Pada tahap kedua atau sampai 2025, kapasitas produksi bisa bertambah menjadi 65 kiloton nikel per tahun.
Dalam investasi ini, Weda Bay akan menggandeng PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (Antam) sebagai mitra kerja. Selain itu, Panggah mengatakan Weda Bay akan menggunakan kontraktor dalam negeri dalam investasi tersebut. "Bisa saja badan usaha milik negara atau bisa swasta," katanya.
Panggah memperkirakan tahun ini ada sekitar 17 smelter yang akan dibangun di Indonesia. Dari 17 pabrik tersebut, 5 pabrik merupakan pabrik pengolahan bauksit, 4 pabrik adalah pabrik pengolahan nikel. "Kalau tembaga mungkin 3 pabrik sementara bijih besi mungkin 5 pabrik," kata Panggah.