SATURDAY, DECEMBER 10, 2011AJINING RAGA DUMUNUNG ANA ING BUSANA dan AJ翻訳 - SATURDAY, DECEMBER 10, 2011AJINING RAGA DUMUNUNG ANA ING BUSANA dan AJ日本語言う方法

SATURDAY, DECEMBER 10, 2011AJINING

SATURDAY, DECEMBER 10, 2011

AJINING RAGA DUMUNUNG ANA ING BUSANA dan AJINING DIRI DUMUNUNG ANA ING LATHI
Aji: bernilai, berharga; Dumunung ana: terletak di; Busana: pakaian; Lati: bibir. Ringkasnya, tubuh kita dinilai dari pakaian yang kita kenakan dan pribadi kita dinilai dari ucapan kita.

Dua ungkapan ini selalu saya “two in one” kan. Karena kalau hanya disebut “ajining raga” saja orang sering lupa “ajining diri” yang justru lebih penting. Sebaliknya kalau disebut “ajining diri” saja, ada yang kemudian melupakan “ajining raga”. Padahal hidup jaman sekarang ini gebyar fisik berdiri di depan. Contohnya kalau kita kedatangan tamu berdasi apalagi pakai jas, bagaimanapun kita pasti akan lebih segan dan lebih hormat kepada tamu kita itu. Paling tidak pada awal kedatangannya.



“Ajining diri dumunung ana ing lati” tidak banyak saya kupas disini karena sudah terbahas pada posting-posting terdahulu, misalnya “aja omong waton nanging ngomonga nganggo waton” kemudian “kakehan gludhug kurang udan” dan masih ada lagi, termasuk dalam “kumpulan pitutur”. Masalah “bicara” ternyata penting sekali dalam kehidupan manusia.

Orang akan lebih mudah menangkap dan menindaklanjuti pitutur “ajining raga dumunung ana busana” sekaligus melupakan pitutur-pitutur terkait lainnya. Bahwa hidup harus “prasaja” (sederhana), “ngerti empan papan” dan lain-lain. Maka jadilah ia orang yang berpenampilan burung merak dimana saja dan kapan saja tanpa melihat situasinya. Buntutnya ia menjadi sumber “rasan-rasan”. Orang “ngrasani” sebenarnya tidak baik, tetapi orang seperti ini kelihatannya memang layak “dirasani”.

Saya teringat tahun 1987 di atas KM Umsini perjalanan laut dari Ternate menuju Surabaya. Pagi-pagi di dek ketemu seorang laki-laki yang lebih tua dari saya. Laki-laki ini ramah dan sikapnya kebapak-bapakan. Karena menenteng gitar, maka saya sapa: “Bapak ini hobi musik atau memang pemusik?”

Dia tertawa: “Saya pastor”.

Kaget juga saya: “Wah, darimana saya bisa tahu, apalagi ngewer-ewer gitar di dek kapal. Kok tidak pakai pakaian pastor, Romo?”

“Lha saya tidak sedang dinas, apalagi duduk-duduk disini pakai pakaian pastor apa nggak kelihatan aneh?” Lalu dilanjutkan lagi: “Adik sendiri profesinya apa?”

“Dokter”, saya jawab dengan segan karena sudah meraba pertanyaan beliau berikutnya.

“Kenapa tidak pakai baju putih dan berkalung stetoskop?”

Kurang asem, saya jawab dalam hati.



Selanjutnya kita berdiskusi banyak tentang pakaian. Intinya “ajining raga” memang “dumunung ana busana” sepanjang sesuai dengan situasi dan kondisinya.. Perhatikan “Time, person dan place” nya. Masa bertakziah macak gajah seperti mau pesta, atau sebaliknya, ke kolam renang pakai formal dress padahal bukan acara resmi di pinggir kolam renang. Kalau membuat undangan, akan amat membantu seandainya disebut sekalian pakaiannya apa. Casual kah? Batik lengan panjang? Formal Dress black and white? Dan kalau kita ragu-ragu sementara dalam undangan tidak disebut, jangan malu bertanya, kan tinggal telepon, daripada salah malah kisinan (merasa malu).

Nasihat pastor itu memang meresap di hati saya. Di kemudian hari mobil selalu siap dengan berbagai jenis pakaian. Kalau harus presentasi di depan orang banyak, sepatu selalu disemir dulu. rambut dirapikan, pakaian prasaja tapi rapi. Tidak pakai minyak wangi tetapi dijaga agar bau badan tidak muncul. tentusaja persiapan untuk presentasinya harus prima. Tidak ada gunanya rapi kalau bego di atas podium. Raga dan diri dua-duanya malah jadi tidak aji. Itu ceritera dulu, sebelum pensiun.

Kita kembali ke dek kapal Umsini.

“Dok, kalau ingin beli mobil, langsung beli atau menyiapkan garasinya dulu?

Saya berpikir sejenak. Romo ini pasti tidak asal tanya. “Seharusnya garasi dulu Romo, baru mobil masuk”.

“Lalu kalau ingin jadi pejabat, apa harus siap jas dulu?”

Saya tidak berani cepat-cepat menjawab. “Ya, Romo. Harus siap pakaian supaya tidak nabrak-nabrak. Hanya saja pakaian manusia itu ada dua. Yang satu adalah yang dikenakan untuk membungkus tubuhnya waktu dilantik dan yang satu lagi adalah Iman untuk membungkus jiwanya selama melaksanakan tugas”.

Romo tertawa sampai batuk-batuk. Setelah berhenti batuknya beliau melanjutkan: “Jangan lupa harus punya jas, saya doakan suatu saat jadi somebody, syaratnya jangan tinggalkan Sholat (Beliau tahu kalau agama saya Islam)

Saya tidak ketemu Romo itu lagi sampai saat malam terakhir, di ruang makan sebelum esok pagi kapal sandar di Surabaya. Beliau yang melihat saya lebih dahulu, lalu saya hampiri.

“Kalau saya kemarin berpakaian pastor, kita tidak akan bicara tentang pakaian menurut pituduh dan pitutur Jawa”. Romo itu menatap saya sejenak. “Ngomong-omong adik tidak melihat sesuatu yang tidak beres dalam tubuh saya?”

“Saya dokter, Romo. Walau bukan spesialis. Tapi pasti akan luput dari perhatian orang awam”. (Tentu saja saya melihat, entah kapan Romo pernah kena stroke, walau sudah nyaris pulih tetapi jejak stroke masih tampak di mata seorang dokter).

“Kenapa kemarin dulu tidak menanyakan?”

“Bukankah Romo ingin melupakan penyakit itu?” Jawab saya. “Dan Romo berani naik kapal sendirian. Kalau saya tanyakan hal ini, Romo akan merasa belum sembuh”.

Romo itu menarik napas panjang. “Saya berlatih dengan kemauan keras. Gitar ini saya pakai untuk melatih jari-jari tangan saya. Orang yang tidak tahu, mengira saya belajar gitar. Main di dek itu bagus, karena suara sumbangnya tidak kedengaran. Anda anak muda yang bijak”. Romo itu memuji saya dengan tatapan sungguh-sungguh.

“Tidak juga Romo, Kalau kita bicara penyakit, tentu ada biaya konsultasi”. (IwMM).
Posted by Iwan M Muljono at 11:40 AM
Email This
BlogThis!
Share to Twitter
Share to Facebook
Share to Pinterest

Labels: Paribasan, Perilaku, Pitutur
1 comment:
fragung bram said...
Bagus sekali pengalamanmu pak Dokter..saya termotivasi untuk semakin akrab dan dekat dengan Tuhan. Selamat berkarya untuk menyalurkan rahmat kesembuhan bagi mereka yang sakit raga dan jiwanya
March 28, 2013 at 9:47 AM
Post a Comment

Links to this post
Create a Link
0/5000
ソース言語: -
ターゲット言語: -
結果 (日本語) 1: [コピー]
コピーしました!
SATURDAY, DECEMBER 10, 2011AJINING RAGA DUMUNUNG ANA ING BUSANA dan AJINING DIRI DUMUNUNG ANA ING LATHIAji: bernilai, berharga; Dumunung ana: terletak di; Busana: pakaian; Lati: bibir. Ringkasnya, tubuh kita dinilai dari pakaian yang kita kenakan dan pribadi kita dinilai dari ucapan kita.Dua ungkapan ini selalu saya “two in one” kan. Karena kalau hanya disebut “ajining raga” saja orang sering lupa “ajining diri” yang justru lebih penting. Sebaliknya kalau disebut “ajining diri” saja, ada yang kemudian melupakan “ajining raga”. Padahal hidup jaman sekarang ini gebyar fisik berdiri di depan. Contohnya kalau kita kedatangan tamu berdasi apalagi pakai jas, bagaimanapun kita pasti akan lebih segan dan lebih hormat kepada tamu kita itu. Paling tidak pada awal kedatangannya.“Ajining diri dumunung ana ing lati” tidak banyak saya kupas disini karena sudah terbahas pada posting-posting terdahulu, misalnya “aja omong waton nanging ngomonga nganggo waton” kemudian “kakehan gludhug kurang udan” dan masih ada lagi, termasuk dalam “kumpulan pitutur”. Masalah “bicara” ternyata penting sekali dalam kehidupan manusia.Orang akan lebih mudah menangkap dan menindaklanjuti pitutur “ajining raga dumunung ana busana” sekaligus melupakan pitutur-pitutur terkait lainnya. Bahwa hidup harus “prasaja” (sederhana), “ngerti empan papan” dan lain-lain. Maka jadilah ia orang yang berpenampilan burung merak dimana saja dan kapan saja tanpa melihat situasinya. Buntutnya ia menjadi sumber “rasan-rasan”. Orang “ngrasani” sebenarnya tidak baik, tetapi orang seperti ini kelihatannya memang layak “dirasani”.Saya teringat tahun 1987 di atas KM Umsini perjalanan laut dari Ternate menuju Surabaya. Pagi-pagi di dek ketemu seorang laki-laki yang lebih tua dari saya. Laki-laki ini ramah dan sikapnya kebapak-bapakan. Karena menenteng gitar, maka saya sapa: “Bapak ini hobi musik atau memang pemusik?”Dia tertawa: “Saya pastor”.Kaget juga saya: “Wah, darimana saya bisa tahu, apalagi ngewer-ewer gitar di dek kapal. Kok tidak pakai pakaian pastor, Romo?”“Lha saya tidak sedang dinas, apalagi duduk-duduk disini pakai pakaian pastor apa nggak kelihatan aneh?” Lalu dilanjutkan lagi: “Adik sendiri profesinya apa?”“Dokter”, saya jawab dengan segan karena sudah meraba pertanyaan beliau berikutnya.“Kenapa tidak pakai baju putih dan berkalung stetoskop?”Kurang asem, saya jawab dalam hati. Selanjutnya kita berdiskusi banyak tentang pakaian. Intinya “ajining raga” memang “dumunung ana busana” sepanjang sesuai dengan situasi dan kondisinya.. Perhatikan “Time, person dan place” nya. Masa bertakziah macak gajah seperti mau pesta, atau sebaliknya, ke kolam renang pakai formal dress padahal bukan acara resmi di pinggir kolam renang. Kalau membuat undangan, akan amat membantu seandainya disebut sekalian pakaiannya apa. Casual kah? Batik lengan panjang? Formal Dress black and white? Dan kalau kita ragu-ragu sementara dalam undangan tidak disebut, jangan malu bertanya, kan tinggal telepon, daripada salah malah kisinan (merasa malu).Nasihat pastor itu memang meresap di hati saya. Di kemudian hari mobil selalu siap dengan berbagai jenis pakaian. Kalau harus presentasi di depan orang banyak, sepatu selalu disemir dulu. rambut dirapikan, pakaian prasaja tapi rapi. Tidak pakai minyak wangi tetapi dijaga agar bau badan tidak muncul. tentusaja persiapan untuk presentasinya harus prima. Tidak ada gunanya rapi kalau bego di atas podium. Raga dan diri dua-duanya malah jadi tidak aji. Itu ceritera dulu, sebelum pensiun.Kita kembali ke dek kapal Umsini.“Dok, kalau ingin beli mobil, langsung beli atau menyiapkan garasinya dulu?Saya berpikir sejenak. Romo ini pasti tidak asal tanya. “Seharusnya garasi dulu Romo, baru mobil masuk”.“Lalu kalau ingin jadi pejabat, apa harus siap jas dulu?”Saya tidak berani cepat-cepat menjawab. “Ya, Romo. Harus siap pakaian supaya tidak nabrak-nabrak. Hanya saja pakaian manusia itu ada dua. Yang satu adalah yang dikenakan untuk membungkus tubuhnya waktu dilantik dan yang satu lagi adalah Iman untuk membungkus jiwanya selama melaksanakan tugas”.Romo tertawa sampai batuk-batuk. Setelah berhenti batuknya beliau melanjutkan: “Jangan lupa harus punya jas, saya doakan suatu saat jadi somebody, syaratnya jangan tinggalkan Sholat (Beliau tahu kalau agama saya Islam)Saya tidak ketemu Romo itu lagi sampai saat malam terakhir, di ruang makan sebelum esok pagi kapal sandar di Surabaya. Beliau yang melihat saya lebih dahulu, lalu saya hampiri.“Kalau saya kemarin berpakaian pastor, kita tidak akan bicara tentang pakaian menurut pituduh dan pitutur Jawa”. Romo itu menatap saya sejenak. “Ngomong-omong adik tidak melihat sesuatu yang tidak beres dalam tubuh saya?”“Saya dokter, Romo. Walau bukan spesialis. Tapi pasti akan luput dari perhatian orang awam”. (Tentu saja saya melihat, entah kapan Romo pernah kena stroke, walau sudah nyaris pulih tetapi jejak stroke masih tampak di mata seorang dokter).“Kenapa kemarin dulu tidak menanyakan?”“Bukankah Romo ingin melupakan penyakit itu?” Jawab saya. “Dan Romo berani naik kapal sendirian. Kalau saya tanyakan hal ini, Romo akan merasa belum sembuh”.Romo itu menarik napas panjang. “Saya berlatih dengan kemauan keras. Gitar ini saya pakai untuk melatih jari-jari tangan saya. Orang yang tidak tahu, mengira saya belajar gitar. Main di dek itu bagus, karena suara sumbangnya tidak kedengaran. Anda anak muda yang bijak”. Romo itu memuji saya dengan tatapan sungguh-sungguh.“Tidak juga Romo, Kalau kita bicara penyakit, tentu ada biaya konsultasi”. (IwMM).Posted by Iwan M Muljono at 11:40 AM Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to PinterestLabels: Paribasan, Perilaku, Pitutur1 comment: fragung bram said...Bagus sekali pengalamanmu pak Dokter..saya termotivasi untuk semakin akrab dan dekat dengan Tuhan. Selamat berkarya untuk menyalurkan rahmat kesembuhan bagi mereka yang sakit raga dan jiwanyaMarch 28, 2013 at 9:47 AMPost a CommentLinks to this postCreate a Link
翻訳されて、しばらくお待ちください..
結果 (日本語) 2:[コピー]
コピーしました!
2011年12月10日(土曜日)AJINING RAGA DUMUNUNG ING CLOTHING ANAとANA DUMUNUNG SELF AJINING ING警棒味:貴重な、貴重な。Dumunung ANA:にあります。服:服。latの複数形:リップ。要約すると、私たちの体は、私たちが着る服から評価し、私たちは私たちに挨拶個人によって判断されます。式の二つは常に正しい私の "1に2つの"です。それは単に「ajiningスポーツ」と呼ばれている場合ので、単に人々は、多くの場合より重要である」ajining自己」を忘れています。代わりに、「自分自身をajining」と呼ばれているのは、「スポーツをajining」が忘れました。けれども、今日の高プロファイルの寿命は物理的に前に立って。例えば、我々が持っている場合は、ゲストはスーツを着用し、しかし、我々は確かにもっと寡黙と私たちのお客様に、より敬意となり、またネクタイ。少なくとも彼の到着の先頭に。ずっとそれのため、以前の投稿でunassessed、例えば、「ありのままwaton nanging ngomonga nganggo waton「私は、「kakehan gludhug以下udan「ここに剥離してそれ以上はありません"latの複数形るANA dumunung自らをAjining」、 「コレクションpitutur」に含まれています。「トーク」の問題は、人間の生活の中で重要になります。人々はキャプチャし、同様にpitutur関連pituturを忘れて「ANAはスポーツ衣料品をajining dumunung」pituturをフォローアップするために容易になります。その生活は「prasaja」(シンプル)、及びその他」empanボードを理解する」必要があります。そして、それは、いつでもどこでも関係なく、状況の孔雀を見て人々です。テールは、それが「暴力・暴力」の元となりました。「ngrasani "人々は本当に良いではないですが、これは。当然「dirasani」のように思える私は北西スラバヤへのテルナテ島の旅のUmsini KMの上に1987年に覚えています。初期デッキの午前中に私よりも年上である男を満たすことができます。男は優しいと温情主義的な態度でした。「この人はミュージシャンや音楽の趣味でしたか?」:ギターを運ぶので、私は挨拶「私は司祭だ。」彼は笑って私を驚かせた:"まあ、私は知っている可能性があり、ましてやngewer-水差しギターをボートデッキ上。なぜ服の牧師、神父を着用しない? "" LHAは、私が勤務していないよ、ましてやここに座っ衣服の牧師を着用奇妙な見ていないでしょうか?」そして再開:"私の妹自身の職業を何?" "ドクターを、「私はので、恥ずかしがり屋と答え彼はすでに次の質問を感じました。 」白いシャツとberkalung聴診器を着用しないのはなぜ?」あまり酸味、私は自分自身に言った。次は服について多くのことを話し合います。基本的に「身体をajining「それは..お知らせ」の時間、人と場所」の状況と一致程度の「dumunung ANAファッション」でした。プールにパーティーに行くようなBertakziah期間macak象、またはその逆、フォーマルなドレスを着ていますが、プールの縁で正式種目ではありません。招待状を作成するときに何が彼のすべての服と呼ばれている場合、それは非常に参考になります。カジュアル賈?長袖バティック?黒と白のフォーマルドレス?招待状が呼び出されていない間、私たちはためらっている場合と、聞いて恥ずかしがらないで、あなただけの呼び出しではなく、実際にkisinan(恥ずかしい)1でした。アドバイス牧師は私の心の中で実際に普及しました。後日車は常に衣類の種類の様々な準備ができていました。私は観衆の前でプレゼンテーションを持っていた場合は、必ず最初に靴を磨きました。髪、服のprasajaが、きちんとトリミング。香水を着用するが表示されない体臭に抑えないでください。プレゼンテーションのためtentusaja準備がプライムされます。ときに表彰台にディングルない点はきちんとありません。ラーガと私は両方そうであっても何のAJIはありません。これは、引退前に、最初の話だった私たちはボートデッキUmsiniに戻ります。「ドクを、あなたが車、直接購入を購入したりする前に、彼のガレージを準備したい場合は?私は一瞬考えました。ロモは確かに起源の問題ではありません。「これは最初のロモガレージべき、新しい車が入る"。"そして、あなたは役員になりたい場合は、何が最初のコートを準備しなければならない?」私はすぐに答えることをあえてしないでください。「はい、父。物事に激突ないように服を準備しなければなりません。これは、2つの人間の衣類があるだけです。一つはで宣誓ボディラップのために投入した、もう一つは、義務のための彼の魂をラップする信仰です。 」父は咳まで笑いました。咳を停止した後、彼は続けた:「スーツを持っている必要性を忘れないでください、私は誰かもいつか祈る、条件が祈りを残していない(彼は私の宗教イスラム教ことを知っていた)私は明日の朝ボートの前にダイニングルームで、最後の夜まで再びロモが表示されていませんスラバヤにドッキング。彼が最初に私を見て、私は近づいた。「私の牧師が昨日着た場合、我々はpituduhとpituturのJavaに応じて服について話すことはありません」。ロモは一瞬私を見ました。「ちなみに姉妹は私の体で何か問題が表示されない?」「私は医者、ロモです。専門家ではないが。しかし、それは「普通の人の注目を逃れていただろう。(もちろん、私はロモはストロークを持っていたとき、彼らはほぼ回復したにも関わらず、知っているが、医師の目でストロークのまだ目に見える痕跡はありません、参照)。「一昨日聞かないのはなぜ?」「病気ロモを忘れたくなかったの?」私は答えました。「そして父は一人で乗って登ることを敢えて。私はこれを聞いている場合、父は治癒しなかっ感じるだろう。 「ロモは深呼吸をしました。"私は意志の力を用いて実施。このギターは私は私の指を訓練するために使用します。知らない人は、私はギターを学ぶと思いました。音がsumbangnyaを鳴らしていないので、良いのメインデッキ。あなたの若者は「賢明です。ロモはひたすら視線を私に賞賛された。」ではない、あまりにもロモを、私たちは病気の話なら、相談料がなければなりません」。(IwMM)。11:40のでイワンM Muljono投稿メールで送信BlogThis!Twitterへ共有するFacebookシェアPinterestのに共有ラベル:Paribasan、行動、pitutur 1コメント:fragung BRAMは言った... ニースドクターがあなたの経験を詰めます..私は神に近づく成長する意欲ました。病気の体と魂のための癒しの恵みをチャネルにおめでとう作業9:47で2013年3月28日コメントを投稿するこの投稿へのリンクリンクを作成します。








































































翻訳されて、しばらくお待ちください..
 
他の言語
翻訳ツールのサポート: アイスランド語, アイルランド語, アゼルバイジャン語, アフリカーンス語, アムハラ語, アラビア語, アルバニア語, アルメニア語, イタリア語, イディッシュ語, イボ語, インドネシア語, ウイグル語, ウェールズ語, ウクライナ語, ウズベク語, ウルドゥ語, エストニア語, エスペラント語, オランダ語, オリヤ語, カザフ語, カタルーニャ語, カンナダ語, ガリシア語, キニヤルワンダ語, キルギス語, ギリシャ語, クメール語, クリンゴン, クルド語, クロアチア語, グジャラト語, コルシカ語, コーサ語, サモア語, ショナ語, シンド語, シンハラ語, ジャワ語, ジョージア(グルジア)語, スウェーデン語, スコットランド ゲール語, スペイン語, スロバキア語, スロベニア語, スワヒリ語, スンダ語, ズールー語, セブアノ語, セルビア語, ソト語, ソマリ語, タイ語, タガログ語, タジク語, タタール語, タミル語, チェコ語, チェワ語, テルグ語, デンマーク語, トルクメン語, トルコ語, ドイツ語, ネパール語, ノルウェー語, ハイチ語, ハウサ語, ハワイ語, ハンガリー語, バスク語, パシュト語, パンジャブ語, ヒンディー語, フィンランド語, フランス語, フリジア語, ブルガリア語, ヘブライ語, ベトナム語, ベラルーシ語, ベンガル語, ペルシャ語, ボスニア語, ポルトガル語, ポーランド語, マオリ語, マケドニア語, マラガシ語, マラヤーラム語, マラーティー語, マルタ語, マレー語, ミャンマー語, モンゴル語, モン語, ヨルバ語, ラオ語, ラテン語, ラトビア語, リトアニア語, ルクセンブルク語, ルーマニア語, ロシア語, 中国語, 日本語, 繁体字中国語, 英語, 言語を検出する, 韓国語, 言語翻訳.

Copyright ©2025 I Love Translation. All reserved.

E-mail: