Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) memperoleh izin dari pemerintah untuk bisa mendapatkan data teknis terkait wilayah kerja minyak dan gas bumi (WK migas) yang akan habis masa kontraknya dari operator sebelumnya. Hal tersebut menjadi salah satu ketentuan dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 tahun 2015 tentang Pengelolaan WK Migas yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya.
Berdasarkan salinan peraturan yang diperoleh CNN Indonesia, Pasal 19 aturan yang diteken Menteri ESDM Sudirman Said pada 8 Mei 2015 itu menyebutkan baik Pertamina maupun kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) yang menjadi operator terdahulu masing-masing bisa mengajukan usulan pengelolaan dan mengajukan usulan perpanjangan kontrak yang akan habis masa berlakunya kepada Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal (Dirjen) Migas.
Kemudian Dirjen Migas akan meminta keduanya memenuhi persyaratan yang telah disebutkan pada pasal lain dalam aturan tersebut sebagai bahan penilaian. Setelah mendapat pertimbangan dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dirjen Migas akan menolak atau menetapkan satu dari tiga hal sebagai berikut:
1. Pertamina bisa mengelola WK yang akan habis masa kontraknya,
2. KKKS memperoleh perpanjangan kontrak dan tetap mengelola WK Migas tersebut,
3. Pertamina dan KKKS melakukan pengelolaan bersama pada WK yang akan habis masa kontraknya.
Pasal 20 aturan tersebut kemudian mengatur jika Pertamina ditetapkan menjadi operator baru di WK migas itu maka badan usaha milik negara (BUMN) itu harus siap menyepakati kontrak kerjasama yang tetap menguntungkan bagi negara, tidak diizinkan mengalihkan participating interest (PI) nya kepada perusahaan lain secara mayoritas selama masa kontrak baru berlaku, dan bisa melibatkan badan usaha milik daerah (BUMD) untuk memegang PI paling banyak 10 persen.
Pasal berikutnya dalam aturan tersebut menjadi penegas dibukanya pintu akses data operasional oleh pemerintah yang akan memudahkan Pertamina melakukan transisi di WK incarannya.
“Setelah Pertamina diberi persetujuan untuk mengelola, KKKS wajib bekerjasama dengan Pertamina untuk mengambil langkah-langkah persiapan peralihan pengelolaan sebelum kontrak habis antara lain terkait akses dan pemanfaatan data, aset, dan penggunaan tenaga kerja,” bunyi Pasal 21 peraturan tersebut, dikutip Senin (18/5).
Kesulitan Mengakses
Sebelumnya, Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengaku kesulitan untuk memulai pembahasan pokok perjanjian atau head of agreement (HoA) Blok Mahakam dengan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation yang kontraknya akan habis pada 2017 mendatang. Belum adanya instruksi dari SKK Migas untuk memulai pembicaraan HoA menjadi alasan manajemen Total dan Inpex selaku pengelola Mahakam enggan memenuhi undangan Pertamina tersebut.
Padahal pada awal April 2015, Menteri ESDM Sudirman Said telah meminta ketiga perusahaan itu untuk melakukan persiapan yang diperlukan sebagai bagian dari masa transisi. Hal tersebut penting agar produksi Mahakam tidak anjlok usai pindah pengelolaan ke Pertamina.
“Misalnya time schedule, apa saja aset yang beralih, bagaimana karyawannya, persiapan untuk eksplorasi lanjutan dan sebagainya,” kata Sudirman.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji kemudian berjanji instansinya akan menerbitkan aturan mengenai tata cara perpanjangan kontrak kerjasama WK migas yang akan habis masanya.
“Pertamina itu kan untuk menjaga produksi dan kelangsungan operasional harus ada masa transisi. Jadi mulai 1 Januari 2018 bisa berproduksi dan pengelolaannya softlanding,”