Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil dan Mahasiswa Dukung KLH RI Usut Kasus Pertambangan di Pulau Bangka, Sulawsi Utara
Jakarta, 26 Mei 2014. Koalisi Penyelamatan Pulau Bangka yang terdiri dari beberapa organisasi masyarakat sipil dan organisasi mahasiswa yang peduli atas penyelamatan pulau-pulau kecil di Indonesia, mengapresiasi respon positif dari Deputi Kementerian Lingkungan Hidup Bidang Penataan Hukum Lingkungan, Bapak Sudariyono yang telah menerima laporan pengaduan masyarakat Pulau Bangka, Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 23 April 2014 (Harian Kompas 26 Mei 2014 Hal.13).
Dalam pernyataannya di media massa, KLH akan segera mengirimkan pejabat pengawas lingkungan hidup untuk segera bergabung dengan tim dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sulawesi Utara. KLH akan segera meninjau dan melihat langsung bentuk kerusakan yang terjadi sampai hari ini, sebagaimana yang telah dilaporkan oleh masyarakat Pulau Bangka dan juga telah dipublikasikan oleh jaringan koalisi melalui media sosial. Silahkan mengunjungi grup facebook Save Bangka Island, untuk melihat bentuk-bentuk aktivitas dan juga kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh PT. Mikgro Metal Perdana (PT.MMP) sebagai tergugat intervensi (tergugat utama adalah Bupati Minahasa Utara) yang kalah dalam “pertarungan hukum” di Mahkamah Agung melawan masyarakat Pulau Bangka.
Keputusan Mahkamah Agung No.291 K/TUN/2013 tertanggal 24 September 2013 telah menegaskan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara Manado No. 04/G.TUN/2012/PTUN Mdo yang membatalakan SK Bupati Minahasa Utara No.162 Tahun 2010 tentang Perpanjangan dana Perluasan Kuasa Pertambangan Eksplorasi. Dengan demikian semua produk hukum yang merupakan “kelanjutan” dari SK Bupati yag telah dibatalkan tersebut batal demi hukum dan kegiatan PT.MMP merupakan kegiatan yang illegal.
Namun sangat memalukan, meski telah dinyatakan “kalah” oleh Mahkamah Agung melalui putusan No. 291 K/TUN/2013 jo putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makasar No. 165/B.TUN/2012/PT.TUN MKS tersebut, namun Bupati dan PT.MMP tetap saja menganggap putusan inkrah MA tersebut tidak ada artinya. Seorang kepala daerah adalah pejabat negara justru tidak menganggap keberadaan institusi penegak hukum sebesar Mahkamah Agung yang saat ini dipimpin oleh DR. M. HATTA ALI, SH., MH. Begitu tercorengnya kredibilitas Mahkamah Agung di Indonesia dengan ulah Bupati Minahasa Utara yang didukung oleh SH Sarundajang, Gubernur Sulut dan PT. MMP dengan saham terbesar oleh pihak asing.
Ini merupakan bentuk perlawanan hukum yang dilakukan oleh seorang Kepala Daerah yang harusnya tunduk dan patuh pada perintah pengadilan.
Karenanya, upaya yang dilakukan oleh KLH, khususnya Deputi bidang Penataan Hukum Lingkungan patut didukung dalam mengusut kasus pertambangan di Pulau Bangka sebagaimana yang menjadi mandat insitusi negara dalam menjalankan amanah UU 32/2009, bahkan juga untuk kasus-kasus pertambangan di wilayah lainnya. Keseriusan bapak Sudariyono, tentu tidak hanya akan menyelamatkan ekosistem Pulau Bangka dan penduduknya dari kerusakan akibat industri tambang, tetapi juga akan menyelamatkan kredibilitas dan nama baik Mahkamah Agung sebagai lembaga penegak hukum yang sangat dihormati.
PT.MMP kini tak memiliki dasar hukum untuk meneruskan aktivitas pertambangannya, tetapi tetap saja terus melakukan pengerukan-pengerukan bukit, membuat jalan produksi dan penimbunan-penimbunan laut (reklamasi) untuk penunjang infrastruktur pertambangan. Sepanjang proses advokasi yang dilakukan oleh koalisi, didalam dokumen AMDAL perusahaan yang cacat hukum tersebut, tidak ada rencana untuk melakukan reklamasi. Seharusnya aktivitas reklamasi tersebut memiliki dokumen AMDAL atau UKL-UPL tersendiri sebagai sebuah aktivitas yang memberikan dampak penting terhadap lingkungan yang kemudian dilegalkan dengan Izin Lingkungan. Berdasarkan Permen LH No. 5 tahun 2012 tentang Usaha/Kegiatan Wajib Amdal, rencana reklamasi diatas 25 hektar adalah wajib membuat dokumen AMDAL dan dibawah luasan itu cukup dengan dokumen UKL-UPL. Baik wajib AMDAL atau UKL-UPL tetap harus mendapatkan Izin Lingkungan, sehingga aktivitas yang dilakukan oleh PT.MMP saat ini bisa dikategorikan kejahatan lingkungan hidup sebagaimana disebutkan dalam Pasal 97 UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Beberapa pasal pidana dalam UU 32/2009 juga bisa dijadikan dasar hukum untuk indikasi pidana, baik terhadap Bupati dan juga terhadap PT.MMP jika fakta konkrit-nya perusahaan tidak memiliki Izin Lingkungan untuk aktivitas reklamasi. Seperti misalnya pada Pasal 98 Ayat (1) yang menegaskan soal ambang batas baku mutu air laut bisa dikenakan ke perusahaan, Pasal 99 Ayat (1) yang bisa dikenakan ke Bupati Minut sebagai bentuk kelalaian dan mebiarkan terjadinya perubahan baku mutu, Pasal 109 yang lebih mempertegas PT.MMP melakukan aktivitas tanpa Izin Lingkungan dan Pasal 113 bisa dikenakan kepada Bupati Minut dan PT.MMP terkait informasi palsu, memberikan informasi menyesatkan atau memberikan keterangan yang tidak benar.
Menyelamatkan lingkungan hidup dan ekosistem Pulau Bangka sebagai eksosistem pulau kecil dan menyelamatkan kredibilitas dan nama besar Mahkamah Agung adalah jauh lebih penting dibandingkan melindungi perusahaan tambang yang akan merusak lingkungan dan mengeruk habis sumber-sumber kehidupan masyarakat Pulau Bangka. Apresiasi koalisi organisasi masyarakat sipil kepada Deputi KLH bidang Penataan Hukum Lingkungan patut untuk disebar-luaskan agar mendapat dukungan yang lebih besar dari masyarakat, khususnya dari komunitas-komunitas lokal/adat yang juga hidupnya terancam dari kerakusan industri ekstraktif pertambangan, seperti yang terjadi di Pulau Bangka.
Koalisi Penyelamatan Pulau Bangka, Sulawesi Utara :
WALHI, JATAM, Greenpeace, YLBHI, LMND, change.org, KIARA, KontraS, WALHI Sulawesi Utara, KMPA Tunas Hijau, LBH Manado, LMND Sulawesi Utara