Akademisi Kritik RUU Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional
Klaim kebudayaan adalah hal biasa, sehingga tidak perlu ditanggapi. Coba hitung berapa banyak kita meniru dan mengambil kebudayaan dari negara lain, seperti Spanyol, Amerika. Kalau setiap masyarakat itu marah itu kan jadi repot, ujar Tamrin Amal Tumuyola, Sosiolog dari UI.
M-7
Dibaca: 2030 Tanggapan: 0
•
•
Bangsa Indonesia tentu berharap agar kebudayaan yang telah ada dapat terus bertahan di waktu-waktu mendatang. Apabila kebudayaan suatu bangsa tidak dapat dipertahankan, identitas bangsa akan semakin pudar. Pada akhirnya ciri khas suatu kebudayaan akan hilang tergerus oleh kebudayaan lain yang berkembang di dunia.
Masalah klaim mengklaim budaya Indonesia oleh Malaysia terus menimbulkan polemik. Tarian pendet yang sempat ditayangkan di discovery channel untuk iklan pariwisata Malaysia, memang membuat berang masyarakat di Sini. Sampai-sampai ada orang Indonesia yang melakukan tidakan anarkis dengan men-sweeping orang negeri Jiran tersebut.
Tamrin Amal Tumuyola, Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) menyatakan perbuatan anarkis seperti itu adalah tidakan nasionalitas yang tidak berintelek. Buat apa marah-marah dengan Malaysia bahkan melakukan tindakan anarkis, ujarnya dalam Seminar Wajah Kabudayan Indonesia di Balai Sidang UI, Selasa (15/9).
Menurutnya, masalah klaim kebudayaan suatu bangsa adalah hal biasa, sehingga tidak perlu ditanggapi. Coba hitung berapa banyak kita meniru dan mengambil kebudayaan dari negara lain, seperti Spanyol, Amerika. Kalau setiap masyarakat itu marah itu kan jadi repot, kata Tamrin.
Dia menilai kebudayaan adalah barang yang lumrah yang tidak perlu dipersoalkan. Masalah batik yang diklaim Malaysia, kata dia, bukanlah suatu hal yang salah. Sebab, sudah banyak orang Jawa yang nyebrang ke Malaysia. Apalagi orang Jawa kalau pidah mereka inginnyabedol desa. Artinya satu kampung ikut pindah dengan tujuan supaya seluruh perangkat kelembagaan dan desa mereka utuh, demikian Tamrin.
Hal senada juga lontarkan Bachtiar Alam, Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat UI. Bachtiar menilai dari prespektif antropologi, kebudayaan tidak mempersoalkan asal usulnya. Di Indonesia saja, kata dia, terdiri dari tiga unsur bahasa, yaitu 30 persen bahasa Arab, 40 persen Melayu dan 30 persen Sanksekerta. Kebudayaan adalah milik semua umat, masalah klaim-mengklaim adalah masalah yang kecil dan tidak akan ada habis-habisnya, cetusnya.
Menurut Bachtiar, tindakan emosi dalam menghadapi masalah klaim budaya Indonesia olehMalaysia, justru menunjukkan tindakan gegabah bangsa ini dalam merespon tindakan-tindakan tersebut. Perlu diketahui budaya Indonesia bukan warisan tetapi suatu kreasi. Bumi ini bukan warisan nenek moyang tetapi titipan anak cucu, tuturnya.
Para akademisi yang juga pengamat tersebut boleh saja berpendapat seperti itu, namun yang jelas, masalah ini bukan persoalan sepele. Apalagi �perseteruan' Indonesia-Malaysia bukan hanya terjadi pada ranah budaya saja. Untuk itu, sudah seharusnya pemerintah seharusnya tanggap untuk mengatasi polemik yang berkepanjangan ini.
RUU PTEBT
Khusus untuk persoalan kebudayaan, Pemerintah sebenarnya tengah merancang sebuah Undang-Undang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (PTEBT). Ansori Sinungan, Direktur Kerjasama dan Pengembangan Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Departemen Hukum dan HAM, menyatakan RUU ini harus disusun ekstra hati-hati. Dalam arti harus melihat kerangka Bhineka Tunggal Ika, kepentingan nasional, menghindari terjadinya klaim-mengklaim antar suku, ujarnya.
Sekadar informasi, RUU ini akan mengatur banyak hal soal kebudayaan. Misalnya, inti, definisi serta ruang lingkup produk budaya itu sendiri. Apa yang menjadi hak ekslusif dan bentuk-bentuk mana saja yang dikatakan pemanfaatan produk budaya. Untuk tujuan komersil, apa saja yang menjadi pengecualian yang tidak termasuk dalam suatu pelanggaran ketika menggunakan produk budaya itu.
Kemudian mengenai siapa yang menjadi pemelihara, pemegang hak dan bagaimana pendokumentasian produk budaya, dan bagaimana sistem perizinan untuk pemanfaatan produk budaya itu. Bukan itu saja, dalam RUU ini juga dirancang mengenai ketentuan pidana terhadap pelanggaran atas ketentuan yang sudah diatur.
Ternyata, keberadaan RUU ini tidak mendapat respon postif. Tamrin Amal Tumuyola menanggapi sinis rencana pemerintah dalam membuat RUU itu. Menurutnya, negara tidak perlu campur tangan mengenai masalah kebudayaan. Alasannya, hal itu merupakan wilayah domainnya masyarakat, bukan domain negara.
Dia juga menilai bahwa pembuatan RUU ini sebenarnya hanya untuk kepentingan birokrasi. Mereka ini mencari-cari pekerjaan yang tidak ada manfaatnya, sebaiknya pemerintah mengatur mengenai pencurian arca saja kerena itu sudah termasuk dalam tindak pidana.
Agus Sardjono Guru Besar HKI Fakultas Hukum Indonesia mengingatkan pemerintah, masalah perlindungan folklore tidak boleh mengunakan sistem perlindungan dalam hal HKI konvensional seperti paten, merek dan sebagainya. Hal yang menjadi sangat fatal apabila kebudayaan kita tersebut diberi perlindungan dalam konteks HKI konvensional karena ini akan memenjarakan kebudayaan kita sendiri, paparnya.
Masalah kebudayaan itu sendiri, genetic resources-nya yang dilindungi, dan tradisional knowledge, bukan termaksuk dalam HKI konvensional walaupun memang dia termasuk dalam HKI, yaitu kreasi manusia, tandas Sardjono.
結果 (
日本語) 1:
[コピー]コピーしました!
学問的批判法案の伝統的な知識と伝統的な文化的表現文化の主張が、対処する必要はありません。計算どのくらいを模倣し、スペイン、アメリカ合衆国などの他の国からの文化を取るしようとしてください。Tamrin アマル Tumuyola、UI からの社会学者を言ったそれはとても面倒なは、すべてのコミュニティは動揺していた場合。M 7記事を読む: 2030年応答: 0••インドネシアの国家では、既存の文化がくる時代に生き残るために続けることができる期待しています。国家の文化を維持できない国のアイデンティティはますます衰退されます。最後に、文化の特徴は、世界で成長している他の文化突入で失われます。 クレームの問題主張する文化インドネシア マレーシア論争に上昇を与え続けた。簡単に広告の観光マレーシアのディスカバリー チャンネルで放映されたペンデット ダンスはビーバーのコミュニティはここを確認します。ある Neighbouring 国の人をダウンロードして無政府主義者アクション インドネシアを行う人々 を席巻します。 Tamrin アマル Tumuyola インドネシア (UI) の大学から社会学者はそれのような無政府主義者の行為は、国籍宣言されていない berintelek アクション。なぜマレーシアでもアナキストのアクションとのシリカヒューム、彼は言ったバライ インドネシア顔 Kabudayan でセミナーで UI セッション火曜日 (15/9)。 Menurutnya, masalah klaim kebudayaan suatu bangsa adalah hal biasa, sehingga tidak perlu ditanggapi. Coba hitung berapa banyak kita meniru dan mengambil kebudayaan dari negara lain, seperti Spanyol, Amerika. Kalau setiap masyarakat itu marah itu kan jadi repot, kata Tamrin. Dia menilai kebudayaan adalah barang yang lumrah yang tidak perlu dipersoalkan. Masalah batik yang diklaim Malaysia, kata dia, bukanlah suatu hal yang salah. Sebab, sudah banyak orang Jawa yang nyebrang ke Malaysia. Apalagi orang Jawa kalau pidah mereka inginnyabedol desa. Artinya satu kampung ikut pindah dengan tujuan supaya seluruh perangkat kelembagaan dan desa mereka utuh, demikian Tamrin. Hal senada juga lontarkan Bachtiar Alam, Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat UI. Bachtiar menilai dari prespektif antropologi, kebudayaan tidak mempersoalkan asal usulnya. Di Indonesia saja, kata dia, terdiri dari tiga unsur bahasa, yaitu 30 persen bahasa Arab, 40 persen Melayu dan 30 persen Sanksekerta. Kebudayaan adalah milik semua umat, masalah klaim-mengklaim adalah masalah yang kecil dan tidak akan ada habis-habisnya, cetusnya. Menurut Bachtiar, tindakan emosi dalam menghadapi masalah klaim budaya Indonesia olehMalaysia, justru menunjukkan tindakan gegabah bangsa ini dalam merespon tindakan-tindakan tersebut. Perlu diketahui budaya Indonesia bukan warisan tetapi suatu kreasi. Bumi ini bukan warisan nenek moyang tetapi titipan anak cucu, tuturnya. Para akademisi yang juga pengamat tersebut boleh saja berpendapat seperti itu, namun yang jelas, masalah ini bukan persoalan sepele. Apalagi �perseteruan' Indonesia-Malaysia bukan hanya terjadi pada ranah budaya saja. Untuk itu, sudah seharusnya pemerintah seharusnya tanggap untuk mengatasi polemik yang berkepanjangan ini. RUU PTEBTKhusus untuk persoalan kebudayaan, Pemerintah sebenarnya tengah merancang sebuah Undang-Undang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (PTEBT). Ansori Sinungan, Direktur Kerjasama dan Pengembangan Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Departemen Hukum dan HAM, menyatakan RUU ini harus disusun ekstra hati-hati. Dalam arti harus melihat kerangka Bhineka Tunggal Ika, kepentingan nasional, menghindari terjadinya klaim-mengklaim antar suku, ujarnya.Sekadar informasi, RUU ini akan mengatur banyak hal soal kebudayaan. Misalnya, inti, definisi serta ruang lingkup produk budaya itu sendiri. Apa yang menjadi hak ekslusif dan bentuk-bentuk mana saja yang dikatakan pemanfaatan produk budaya. Untuk tujuan komersil, apa saja yang menjadi pengecualian yang tidak termasuk dalam suatu pelanggaran ketika menggunakan produk budaya itu. Kemudian mengenai siapa yang menjadi pemelihara, pemegang hak dan bagaimana pendokumentasian produk budaya, dan bagaimana sistem perizinan untuk pemanfaatan produk budaya itu. Bukan itu saja, dalam RUU ini juga dirancang mengenai ketentuan pidana terhadap pelanggaran atas ketentuan yang sudah diatur. ターン、この法案の存在は肯定応答受信されません。Tamrin アマル Tumuyola 応答皮肉政府計画、法案を作るします。彼によれば、国は文化の問題に介入する必要はありません。その理由は、それは状態のドメインではなく、コミュニティのドメインです。 彼はまた、法案を作るであると主張だけ実際に官僚主義のために。彼らが探して、有益ではないジョブ設定する必要があります政府の像の盗難について犯罪行為に含まれているからといって。 Agus サルジョノ総補佐教授知的財産法学インドネシアの民間伝承の保護の問題使用しない従来の知的財産特許、ブランドなどの面でシステムの保護と、政府に思い出させます。物事になったので致命的でこれは私たち自身の文化を投獄する私たちの文化の従来のコンテキストにおける知的財産の保護を与えられていると彼は主張します。 文化自体の問題、遺伝資源の保護、彼、伝統的な知識、たしか、すなわち人間の作品で、彼は確かに含まれていない従来の知的財産で含むサルジョノ総補佐を破壊されました。
翻訳されて、しばらくお待ちください..
