Lahir di Wonogiri, Jawa Tengah, 11 November 1958, Daryono, yang berperawak-an tinggi kurus dan pendiam mewarisi darah kepenarian. Ayahnya, Kenang Darmo-rejono, juga dilahirkan sebagai seorang penari terhormat. Eyang putrinya seorang abdi dalem bedaya yang dan menarikan tarian sakral Bedaya Ketawang tentang pertemuan Sultan Agung Hanyakrakusuma dengan Ratu Laut Selatan. Sejak berumur 10 tahun, ia belajar menari dari ayahnya dan mendapat gemblengan pula dari Ramelan, murid terbaik sang ayah.
Daryono adalah pribadi yang sangat menghormati pluralisme. Rumah masa kecilnya hanya berjarak ”satu tembok saja” dari sebuah gereja kristen desa. Di satu sisi, ayahnya berhubungan dekat dengan pendeta gereja kristen itu; di sisi lain akrab pula dengan Romo Suto, seorang pastur gereja Katholik. ”Padahal, ayah seorang penganut Pangestu, semacam agama Jawa, lebih tepatnya keyakinan untuk hidup dengan sabar, ikhlas, dan setia sampai akhir hayat. Ia tak terpengaruh agama lain, namun juga tak meminta orang lain mengikuti kepercayaan yang dianutnya,” kenang Daryono.