Isteri masuk rumah sakit karena ada masalah dengan appendix nya (usus buntu/umbai cacing, bukan bagian akhir dari buku). Walaupun ini bukan kasus rawat inap yang pertama terjadi dalam enam tahun terakhir, karena pas melahirkan Zayan pun ya di rumah sakit; namun bedanya sekarang kami sekeluarga harus "bedol desa" pindah tempat tinggal ke RS. Kasih Ibu, Jl. Teuku Umar, Denpasar, karena di Bali ini kami nggak punya saudara untuk gantian jaga.
Untungnya kamar pertama yang kami tempati berukuran cukup luas; diluar dari tempat tidur pasien dan sofa bed, saya masih bisa ngampar dengan leluasa di lantai, gelar sajadah untuk shalat berjamaah, dan siangnya area kosong yang tersedia bisa dengan leluasa dipakai Zayan maen mobil-mobilan radio control hadiah dari tantenya di Jakarta. Atau sekedar berlarian kesana-kemari dan melakukan aneka aksi akrobat.
Problem dari bedol desa adalah, akomodasi yang harus dipenuhi jadinya berlipat ganda; kebutuhan isteri, gw, dan Zayan; sementara untuk bisa bolak-balik dari RS - rumah pun kesempatannya terbatas, karena kalau kondisi recovery pasca operasinya agak parah maka otomatis pasien nggak bisa ditinggal.
Adapun akibat dari sulitnya bolak-balik ke rumah selain dari cucian kotor menumpuk, adalah manajemen buah tangan yang dibawa para penjenguk; yang sebagian besar memang betulan buah. Tantangan muncul kala kulkas yang tersedia di ruangan rawat inap berukuran hanya 40 liter (kulkas kecil), itupun sudah setengah penuh dengan aneka keperluan pasien dan penjaganya. Walhasil ketika akhirnya para tanda simpati dari teman-teman tersebut berhasil dibawa pulang, beberapa sudah tidak laik konsumsi, terutama yang jenisnya memang cepat matang, semisal buah mangga, dan dragon fruit.
Disela-sela sakitnya, walhasil kamipun jadinya berdiskusi ringan mengenai kondisi ini, dan terpikir untuk membuat tulisan. Berikut ini beberapa catatan kecil dan ide dari obrolan ringan tersebut, mengenai apa yang sebaiknya dibawa saat mengunjungi pasien di rumah sakit: