Pru--dy..." Hector berbisik pelan. Dia bisa merasakan ada cairan keluar lagi dari dalam dirinya, darah? Lendir? seharusnya tidak keluar begitu banyak--- jantungnya berdegub tidak nyaman, khawatir terjadi sesuatu pada Prudy.
Ah, setidaknya Prudy tak lahir prematur. Hector sudah takut saja kalau Prudy bernasib sama seperti dirinya, harus lahir sebelum waktunya. Untung saja tidak... Tetapi masalahnya sekarang adalah kehadiran darah ini, Hector tidak mau memikirkan hal-hal buruk dahulu. Dia yang biasanya santai melihat darah sekarang panik melihat miliknya sendiri.
Langkah kaki cepat Peter menggema di lorong rumah, sosok pria jangkung itu muncul dari pintu yang terbuka. "Ayo, Hector. Pelan-pelan," ia membantu Hector bangkit dari atas tempat tidur mereka. Memperhatikan secara seksama rembesan darah yang menuruni celana pendek punya Hector. Ada setitik darah campur lendir menurun dari atas pahanya menuju betis, Peter setengah tercekat melihat itu. "Kamu--- Kamu ingin ganti baju dulu? Celana, mungkin? Aku--- kita..." Dia ngomong terbata-bata, tangan mengengam kuat milik Hector.
Hector mengangguk pelan. "Iya. Christ, aku tidak mau mengotori mobilmu."
Cepat Peter membantu Hector berganti baju, Hector berpegangan erat di leher Peter sementara Peter memakaikannya celana baru. Ringisan kecil secara konstan lepas dari mulut Hector, Peter kerap menciumnya kalau Hector mulai meringis. Sepertinya tekanan dipinggul jadi makin intens, Terdengar dari ringisan sakit Hector yang berubah tinggi.
Setelah menolong Hector memakai kemeja plaid dan celana bahan lembut, Peter beranjak menuntunnya pergi ke mobil yang sudah menunggu di luar. "Ayo dear. Pelan-pelan, oke?" Peter sudah deg-degan saja kalau Hector berdarah lagi sebelum mereka sampai ke rumah sakit. Seingat Peter dari pamflet persalinan yang ia baca keluarnya darah merupakan salah satu tanda melahirkan, tapi apakah darah sebanyak itu wajar?
"Jesus fucking Christ, Peter Guillam. You'll get the three of us killed with your driving."
Hector mengomentari pedas. Mereka sedang berkendara menuju rumah sakit, dan Peter menyetir tidak ugal-ugalan namun kecepatan melajunya mengkhawatirkan. Mentang-mentang jalanan kosong dia bisa menggeber Volvo tercintanya itu sekuat kakinya bisa menginjak pedal gas. Hector tetap tidak merasa aman walau sudah memakai sabuk pengaman terus mencengkram erat talinya yang mengelilingi perutnya pula. Soalnya dia tahu betapa busuknya mata Peter berkendara malam hari. Pokoknya sehabis ini Hector akan memaksa Peter mengenakan kacamata.
"Shut up for a second, dear," Peter membalasnya tegang. Posisi menyetirnya saja tegak, tidak seperti biasanya yang santai. "Jangan--- ganggu konsentrasiku." Katanya, mendiamkan Hector pakai cara halus. Kalau lagi gak kondisi emergency, Hector akan memukul lengan suaminya karena berani mendiamkannya seperti itu.
Beruntung tidak banyak polisi yang berjaga kala itu, karena Peter menerobos banyak lampu merah dan beberapa kali hampir menyerempet kendaraan lain. Hector sudah setengah sadar karena sakit kontraksi sama cemas mampus gegara disupirin Peter. Emang masih tetap enakan Fabian kalo nyetir, deh...
Dengan menyetir ugal-ugalan--- oke tidak ugal-ugalan tapi ngebut seperti itu, mereka sampai di rumah sakit dalam waktu 30 menit saja. Hector bernafas lega, akhirnya dia bisa keluar dari mobil berbahaya ini namun masuk ke jurang. Dia bergerak keluar sendiri tanpa bantuan ketika mobil berhenti di depan pintu ruang Emergency, berjalan semampunya sambil sesekali melihat apakah dia berdarah lagi atau tidak. Peter yang ngeliat suaminya di sambangi oleh beberapa perawat dan dokter jaga agaknya bernafas lega, dia akan menemaninya nanti setelah memarkirkan mobilnya.
Peter sadar betul kalau dia parkir miring, bodo amat. Toh parkiran masih sepi kuburan begini, gak akan ada yang komplain. Dia berlari keluar mobil, dressing-gown yang ia pakai melayang dibelakangnya pas berlari menuju pintu Emergency. Peter gak sadar kalau dia masih mengenakan piyama atau rambut acak-acakan tak jelas, lebih tepatnya dia tidak perduli. Toh Hector mengatakan dia terlihat tetap cakap dalam bentuk apapun.
Masuk-masuk kedalam rumah sakit, semua pasang mata perawat yang berjaga waktu itu jatuh ke sosok Peter yang terengah-engah kasar. Tak perlu banyak penjelasan, para perawat itu sudah tahu apa yang Peter cari--- pasangannya yang datang akan segera melahirkan.
"Sir, suamimu dibawa ke ruang observasi nomor 3." Kata seorang perawat yang terlihat agak lebih tua dari yang lain. Menunjukkan arah menggunakan tangan kanan.
"Thank you!" Peter tak lupa mengucapkan terima kasih lalu berlari menuju jalan yang sudah ditunjukkan oleh si perawat. Dia tiba pada maternity ward, sunyi, cuman ada beberapa dokter dan perawat lalu-lalang. Ruangan tempat Hector berada terletak paling pojok. Saat Peter masuk kesana Hector sedang dipasangkan IV oleh seorang perawat di tangan kirinya, ekspresi Hector tidak berubah ketika perawat memasukan selang infus kedalam punggung tangannya.
"Peter..."
Hector memanggil lirih suaminya, duduk diatas tempat tidur rumah sakit bukanlah hal yang ia sukai. Perawat menyadari kehadiran Peter segera menyingkir memberikan ruang baginya untuk mendekati sang pasangan, Peter mendesakkan kepalanya kepada Hector;
Tanya Peter, "Apa kata mereka? Kenapa kamu berdarah sangat banyak? Itu tidak apa-apa?"
Hector mendusel balik ke Peter. Poni rambutnya yang biasanya tersisir rapih kesamping kini dibiarkan jatuh lurus menutupi setengah jidatnya, "tidak apa-apa. Mereka bilang itu wajar, yang keluar adalah membran tipis yang menutupi mulut rahim. I am definately in labour now." Mukanya memerah. Dia mengaitkan tangannya erat pada Peter, kontraksi yang ia rasakan jadi tidak nyaman.
Peter beralih pada perawat yang mengurus Hector, "Be-Benarkah ia tidak apa-apa? Tidak ada komplikasi, kan?" Tanyanya cepat, Hector tetap berada kaku di dalam pelukannya.
"Kurang lebih tidak ada, Sir. Dokter Mary sudah dipanggil dan sekarang dalam perjalanan, dia akan melihat keadaannya lebih lanjut. Saat ini kita akan memonitor kondisi Mr. Hector secara intensif, alright?" Perawat itu tersenyum pada Peter serta Hector. Pasangan muda seperti mereka selalu membuatnya takjub sendiri karena ketidak-tahuan mereka, "Kalau tidak ada lagi, aku akan pergi keluar. Panggil saja pakai bel jika perlu sesuatu." Dia kemudian pergi keluar ruangan.
"Fucking hell, Mary..." Decak Hector. Beralih merebahkan badannya ke tempat tidur, Peter menolong Hector dengan memegang lengan tangannya secara kuat. "Satu-satunya orang yang ingin kutemui-- saat ini. Hgnh." Lanjutnya.
Mary adalah dokter kandungan Hector. seorang wanita berumur 45-an, punya rambut panjang pirang kemerahan yang sering diikat jadi kunciran bulat berantakan. Satu-satunya dokter yang tidak akan pernah di bangkang balik oleh Hector, Hector menuruti segala perintahnya tanpa basa-basi. Hm, mungkin karena menyangkut masalah organ reproduksi, Hector sebagai pemilik keduanya pasti tidak berani macam-macam. Lagian Mary itu baik banget, Hector gak tega.
"Iya, shhh. She'll be here soon. Bagaimana dengan keadaanmu? Sakit masih?" Peter menggeret kursi buat duduk disamping tempat tidur Hector. Tangannya melingkari milik Hector, matanya tak lepas dari wajah suaminya.
"Very much. All though they said the bleeding had stopped."
Peter menghela nafas lega, "Good to hear..." Dia melemaskan badan atasnya dekat Hector, sesungguhnya semua badannya pegal akibat menyetir tadi. Emang sih kemudi Volvo tak seberat Mercedes, tapi rangkanya lebih lebar dan butuh konsentrasi ekstra untuk mengemudikannya. Untung Peter cukup menyukai tantangan, sama seperti Hector.
...Mata biru keperakan milik Peter menyapu sosok Hector yang terbaring dihadapannya. Kemeja yang suaminya kenakan terbuka dibagian dada, kabel alat pendeteksi jantung dipasang di dada sebelah kirinya. Peter juga melihat ada beberapa tempelan kabel di sekitar perut Hector, mesin CTG yang ada di dekat tempat tidur berbunyi lembut menghantarkan bunyi detak jantung milik Hector dan Prudy.
Detak jantung Prudy terdengar lebih kuat dari punya Hector, sengaja disetel begitu supaya memudahkan perawat dan dokter apabila mereka mendengar ada masalah. Mendengar bunyi detakan mesin yang menandakan Hector dan Prudy hidup, Peter terenyuh oleh beberapa perasaan yang datang padanya seperti aliran air. Dia jauh lebih merasa tegang saat ini daripada waktu bekerja sama diam-diam sama Smiley memata-matai instansi tempat kerja mereka sendiri. Perbedaannya terlalu jauh, jujur Peter lebih takut sekarang...
Melihat Hector berdarah membangunkan rasa takut di dalam hati Peter. Peter mengira dia sudah bisa mengatasi rasa takut yang bisa menganggunya dalam pekerjaannya yang cukup 'berbahaya', namun ternyata emosinya dapat dibobol dengan mudah oleh Hector. Peter sudah memikirkan yang terburuk, bagaimana jika ada yang salah pada Hector dan bayi mereka? Dia... Dia tidak ingin kehilangan salah satu dari mereka, Hector dan Prudy satu-satunya keluarga yang ia miliki..... Rasa takut ini benar-benar mengkonsumsi dirinya.
....Tiba-tiba ada tangan mendarat diatas kepala Peter.
Peter tidak sadar kalau dia bengong, tepukan halus tangan Hector membawanya kembali sadar. Hector mengelus-elus kepala Peter, menyibak rambutnya di sela-sela jari tangan. Hector berkata pelan, "....Tenang, Peter. sush, it'll be alright." Dia mencoba memberikan sebuah kepastian, tapi Hector sendiri kelihatan tidak yakin.
"Bagaimana kamu bisa tenang dalam kondisi seperti ini?" Peter menarik tangan Hector yang menepuk kepalanya, ia mengecup pergelangan tangan Hector. "Kamu yang mengalaminya, kenapa aku yang tegang sih..." Dia mengeluh sekaligus mengatai dirinya sendiri. For god sake, dia itu seorang mata-mata Inggris, tidak seharusnya ia mengalami breakdown segampang ini.
"My self-control is better than yours, menurutmu bagaimana aku bisa menjadi pembunuh bayaran nomor sa
Pru--dy..." Hector berbisik pelan. Dia bisa merasakan ada cairan keluar lagi dari dalam dirinya, darah? Lendir? seharusnya tidak keluar begitu banyak--- jantungnya berdegub tidak nyaman, khawatir terjadi sesuatu pada Prudy.
Ah, setidaknya Prudy tak lahir prematur. Hector sudah takut saja kalau Prudy bernasib sama seperti dirinya, harus lahir sebelum waktunya. Untung saja tidak... Tetapi masalahnya sekarang adalah kehadiran darah ini, Hector tidak mau memikirkan hal-hal buruk dahulu. Dia yang biasanya santai melihat darah sekarang panik melihat miliknya sendiri.
Langkah kaki cepat Peter menggema di lorong rumah, sosok pria jangkung itu muncul dari pintu yang terbuka. "Ayo, Hector. Pelan-pelan," ia membantu Hector bangkit dari atas tempat tidur mereka. Memperhatikan secara seksama rembesan darah yang menuruni celana pendek punya Hector. Ada setitik darah campur lendir menurun dari atas pahanya menuju betis, Peter setengah tercekat melihat itu. "Kamu--- Kamu ingin ganti baju dulu? Celana, mungkin? Aku--- kita..." Dia ngomong terbata-bata, tangan mengengam kuat milik Hector.
Hector mengangguk pelan. "Iya. Christ, aku tidak mau mengotori mobilmu."
Cepat Peter membantu Hector berganti baju, Hector berpegangan erat di leher Peter sementara Peter memakaikannya celana baru. Ringisan kecil secara konstan lepas dari mulut Hector, Peter kerap menciumnya kalau Hector mulai meringis. Sepertinya tekanan dipinggul jadi makin intens, Terdengar dari ringisan sakit Hector yang berubah tinggi.
Setelah menolong Hector memakai kemeja plaid dan celana bahan lembut, Peter beranjak menuntunnya pergi ke mobil yang sudah menunggu di luar. "Ayo dear. Pelan-pelan, oke?" Peter sudah deg-degan saja kalau Hector berdarah lagi sebelum mereka sampai ke rumah sakit. Seingat Peter dari pamflet persalinan yang ia baca keluarnya darah merupakan salah satu tanda melahirkan, tapi apakah darah sebanyak itu wajar?
"Jesus fucking Christ, Peter Guillam. You'll get the three of us killed with your driving."
Hector mengomentari pedas. Mereka sedang berkendara menuju rumah sakit, dan Peter menyetir tidak ugal-ugalan namun kecepatan melajunya mengkhawatirkan. Mentang-mentang jalanan kosong dia bisa menggeber Volvo tercintanya itu sekuat kakinya bisa menginjak pedal gas. Hector tetap tidak merasa aman walau sudah memakai sabuk pengaman terus mencengkram erat talinya yang mengelilingi perutnya pula. Soalnya dia tahu betapa busuknya mata Peter berkendara malam hari. Pokoknya sehabis ini Hector akan memaksa Peter mengenakan kacamata.
"Shut up for a second, dear," Peter membalasnya tegang. Posisi menyetirnya saja tegak, tidak seperti biasanya yang santai. "Jangan--- ganggu konsentrasiku." Katanya, mendiamkan Hector pakai cara halus. Kalau lagi gak kondisi emergency, Hector akan memukul lengan suaminya karena berani mendiamkannya seperti itu.
Beruntung tidak banyak polisi yang berjaga kala itu, karena Peter menerobos banyak lampu merah dan beberapa kali hampir menyerempet kendaraan lain. Hector sudah setengah sadar karena sakit kontraksi sama cemas mampus gegara disupirin Peter. Emang masih tetap enakan Fabian kalo nyetir, deh...
Dengan menyetir ugal-ugalan--- oke tidak ugal-ugalan tapi ngebut seperti itu, mereka sampai di rumah sakit dalam waktu 30 menit saja. Hector bernafas lega, akhirnya dia bisa keluar dari mobil berbahaya ini namun masuk ke jurang. Dia bergerak keluar sendiri tanpa bantuan ketika mobil berhenti di depan pintu ruang Emergency, berjalan semampunya sambil sesekali melihat apakah dia berdarah lagi atau tidak. Peter yang ngeliat suaminya di sambangi oleh beberapa perawat dan dokter jaga agaknya bernafas lega, dia akan menemaninya nanti setelah memarkirkan mobilnya.
Peter sadar betul kalau dia parkir miring, bodo amat. Toh parkiran masih sepi kuburan begini, gak akan ada yang komplain. Dia berlari keluar mobil, dressing-gown yang ia pakai melayang dibelakangnya pas berlari menuju pintu Emergency. Peter gak sadar kalau dia masih mengenakan piyama atau rambut acak-acakan tak jelas, lebih tepatnya dia tidak perduli. Toh Hector mengatakan dia terlihat tetap cakap dalam bentuk apapun.
Masuk-masuk kedalam rumah sakit, semua pasang mata perawat yang berjaga waktu itu jatuh ke sosok Peter yang terengah-engah kasar. Tak perlu banyak penjelasan, para perawat itu sudah tahu apa yang Peter cari--- pasangannya yang datang akan segera melahirkan.
"Sir, suamimu dibawa ke ruang observasi nomor 3." Kata seorang perawat yang terlihat agak lebih tua dari yang lain. Menunjukkan arah menggunakan tangan kanan.
"Thank you!" Peter tak lupa mengucapkan terima kasih lalu berlari menuju jalan yang sudah ditunjukkan oleh si perawat. Dia tiba pada maternity ward, sunyi, cuman ada beberapa dokter dan perawat lalu-lalang. Ruangan tempat Hector berada terletak paling pojok. Saat Peter masuk kesana Hector sedang dipasangkan IV oleh seorang perawat di tangan kirinya, ekspresi Hector tidak berubah ketika perawat memasukan selang infus kedalam punggung tangannya.
"Peter..."
Hector memanggil lirih suaminya, duduk diatas tempat tidur rumah sakit bukanlah hal yang ia sukai. Perawat menyadari kehadiran Peter segera menyingkir memberikan ruang baginya untuk mendekati sang pasangan, Peter mendesakkan kepalanya kepada Hector;
Tanya Peter, "Apa kata mereka? Kenapa kamu berdarah sangat banyak? Itu tidak apa-apa?"
Hector mendusel balik ke Peter. Poni rambutnya yang biasanya tersisir rapih kesamping kini dibiarkan jatuh lurus menutupi setengah jidatnya, "tidak apa-apa. Mereka bilang itu wajar, yang keluar adalah membran tipis yang menutupi mulut rahim. I am definately in labour now." Mukanya memerah. Dia mengaitkan tangannya erat pada Peter, kontraksi yang ia rasakan jadi tidak nyaman.
Peter beralih pada perawat yang mengurus Hector, "Be-Benarkah ia tidak apa-apa? Tidak ada komplikasi, kan?" Tanyanya cepat, Hector tetap berada kaku di dalam pelukannya.
"Kurang lebih tidak ada, Sir. Dokter Mary sudah dipanggil dan sekarang dalam perjalanan, dia akan melihat keadaannya lebih lanjut. Saat ini kita akan memonitor kondisi Mr. Hector secara intensif, alright?" Perawat itu tersenyum pada Peter serta Hector. Pasangan muda seperti mereka selalu membuatnya takjub sendiri karena ketidak-tahuan mereka, "Kalau tidak ada lagi, aku akan pergi keluar. Panggil saja pakai bel jika perlu sesuatu." Dia kemudian pergi keluar ruangan.
"Fucking hell, Mary..." Decak Hector. Beralih merebahkan badannya ke tempat tidur, Peter menolong Hector dengan memegang lengan tangannya secara kuat. "Satu-satunya orang yang ingin kutemui-- saat ini. Hgnh." Lanjutnya.
Mary adalah dokter kandungan Hector. seorang wanita berumur 45-an, punya rambut panjang pirang kemerahan yang sering diikat jadi kunciran bulat berantakan. Satu-satunya dokter yang tidak akan pernah di bangkang balik oleh Hector, Hector menuruti segala perintahnya tanpa basa-basi. Hm, mungkin karena menyangkut masalah organ reproduksi, Hector sebagai pemilik keduanya pasti tidak berani macam-macam. Lagian Mary itu baik banget, Hector gak tega.
"Iya, shhh. She'll be here soon. Bagaimana dengan keadaanmu? Sakit masih?" Peter menggeret kursi buat duduk disamping tempat tidur Hector. Tangannya melingkari milik Hector, matanya tak lepas dari wajah suaminya.
"Very much. All though they said the bleeding had stopped."
Peter menghela nafas lega, "Good to hear..." Dia melemaskan badan atasnya dekat Hector, sesungguhnya semua badannya pegal akibat menyetir tadi. Emang sih kemudi Volvo tak seberat Mercedes, tapi rangkanya lebih lebar dan butuh konsentrasi ekstra untuk mengemudikannya. Untung Peter cukup menyukai tantangan, sama seperti Hector.
...Mata biru keperakan milik Peter menyapu sosok Hector yang terbaring dihadapannya. Kemeja yang suaminya kenakan terbuka dibagian dada, kabel alat pendeteksi jantung dipasang di dada sebelah kirinya. Peter juga melihat ada beberapa tempelan kabel di sekitar perut Hector, mesin CTG yang ada di dekat tempat tidur berbunyi lembut menghantarkan bunyi detak jantung milik Hector dan Prudy.
Detak jantung Prudy terdengar lebih kuat dari punya Hector, sengaja disetel begitu supaya memudahkan perawat dan dokter apabila mereka mendengar ada masalah. Mendengar bunyi detakan mesin yang menandakan Hector dan Prudy hidup, Peter terenyuh oleh beberapa perasaan yang datang padanya seperti aliran air. Dia jauh lebih merasa tegang saat ini daripada waktu bekerja sama diam-diam sama Smiley memata-matai instansi tempat kerja mereka sendiri. Perbedaannya terlalu jauh, jujur Peter lebih takut sekarang...
Melihat Hector berdarah membangunkan rasa takut di dalam hati Peter. Peter mengira dia sudah bisa mengatasi rasa takut yang bisa menganggunya dalam pekerjaannya yang cukup 'berbahaya', namun ternyata emosinya dapat dibobol dengan mudah oleh Hector. Peter sudah memikirkan yang terburuk, bagaimana jika ada yang salah pada Hector dan bayi mereka? Dia... Dia tidak ingin kehilangan salah satu dari mereka, Hector dan Prudy satu-satunya keluarga yang ia miliki..... Rasa takut ini benar-benar mengkonsumsi dirinya.
....Tiba-tiba ada tangan mendarat diatas kepala Peter.
Peter tidak sadar kalau dia bengong, tepukan halus tangan Hector membawanya kembali sadar. Hector mengelus-elus kepala Peter, menyibak rambutnya di sela-sela jari tangan. Hector berkata pelan, "....Tenang, Peter. sush, it'll be alright." Dia mencoba memberikan sebuah kepastian, tapi Hector sendiri kelihatan tidak yakin.
"Bagaimana kamu bisa tenang dalam kondisi seperti ini?" Peter menarik tangan Hector yang menepuk kepalanya, ia mengecup pergelangan tangan Hector. "Kamu yang mengalaminya, kenapa aku yang tegang sih..." Dia mengeluh sekaligus mengatai dirinya sendiri. For god sake, dia itu seorang mata-mata Inggris, tidak seharusnya ia mengalami breakdown segampang ini.
"My self-control is better than yours, menurutmu bagaimana aku bisa menjadi pembunuh bayaran nomor sa
翻訳されて、しばらくお待ちください..
