REFLEKSI: PENDETA ATAU MANDITO?
(AYO JADI PENDETA YUK!)
M: Guru, sejauh aku mengikutimu, Aku tidak bisa menyerupaimu.
G: Tidak akan pernah, Anakku.
M: Bukannya Aku mesti meneladanimu?
G: Meneladani itu hanya awal, setelah itu kau harus mencarinya sendiri. Guru sejati bukan tentang Gurumu ini tapi dirimu sendiri.
M: Bukankah tujuan hidup mesti melewati Dharma pengabdian seperti yang Guru lakukan?
G: Ada empat arah atau tahapan hidup, Anakku. Aku akan menjelaskannya padamu.
M: Baik, Guru.
G: Yang pertama adalah kesenangan (kama). Kesenangan itu adalah tahap awal, namun seseorang tidak bisa selamanya hanya bersenang-senang. Setiap orang memiliki standar kenyamanan, namun tidak selalu standar itu terpenuhi. Yang kedua adalah harta (artha). Seseorang membutuhkan kekayaan untuk makan, minum dan bertahan hidup. Ini tentang cara menjaga kelangsungan hidup. Yang ketiga, adalah Pengabdian Dharma. Dharma seperti ini sering dipahami sebagai pengabdian yang sempit. Ada banyak cara pengabdian, tidak harus sepertiku, Anakku. Dharma disini adalah tentang berbagi sesuatu sesuai dengan keahlian dan keunikan diri kita. Karena setiap orang mewarisi karma nya masing-masing yang unik dan antara orang satu dengan yang lain berbeda, maka pengabdian seperti itu jelas sekali tidak harus sama bentuknya. Bahkan Aku sebagai Gurumu tidak bisa meniru pengabdian unikmu yang telah kau temukan.
M: Bagaimana dengan moksa yang terakhir itu, Guru?
G: Moksa itu adalah fase melepas. Ini fase menjadi pendeta. Karena itu ada istilah 'mandito'. Ini bukan pengabdian tapi tentang melepas termasuk melepas 'pengabdian'.
M: Guru, jelaskanlah lagi hubungannya moksa dengan fase lainnya. Biarlah aku memahami semuanya itu dengan menyeluruh, Guru.
G: Pada fase kesenangan, harta dan pengabdian Dharma, tiga fase ini spesifik. Maksudnya masing-masing punya perwujudannya. Justru tiap individu punya caranya masing-masing dan tidak selalu sama. Sebagai contoh: ada yang mengabdi sebagai pejabat pemerintah, ahli pengobatan, sbg pendidik, sbg ahli sastra, dan lain sebagainya. Apapun bentuknya tapi fase keempatnya sama. Cara melepas itu selalu sama, tiada berbeda.
M: Guru, sebenarnya apa yang dimaksud melepas?
G: Melepas itu diawali dengan pemahaman bahwa pengabdian itu bukan untuk menonjolkan diri. Jangan anggap bentuk pengabdian orang lain lebih rendah. Bahkan pengabdian seorang ayah atau ibu dalam rumah tangga sebagai komunitas terkecil, itu merupakan pengabdian yang sangat sakral, selama ada ketulusan dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Pada tahap lanjut, melepas itu tentang kelegaan (legowo) dalam segala sesuatu. Kelegaan adalah bathin yang tulus dalam menanggapi apapun.
M: Apa itu berarti setiap orang adalah pendeta selama ada kelegaan (legowo)?
G: Benar sekali, Anakku. Potensi melepas (moksa) ada dalam diri kita semua. Jangan sampai terjebak pada fungsi kependetaan tapi lupa mandito. Mandito adalah tujuan sejati kita semua, Anakku.
M: Guru telah mengembalikan makna pendeta dalam arti sesungguhnya. Terima kasih, Guru.
結果 (
日本語) 1:
[コピー]コピーしました!
REFLEKSI: PENDETA ATAU MANDITO? (AYO JADI PENDETA YUK!)M: Guru, sejauh aku mengikutimu, Aku tidak bisa menyerupaimu.G: Tidak akan pernah, Anakku.M: Bukannya Aku mesti meneladanimu?G: Meneladani itu hanya awal, setelah itu kau harus mencarinya sendiri. Guru sejati bukan tentang Gurumu ini tapi dirimu sendiri.M: Bukankah tujuan hidup mesti melewati Dharma pengabdian seperti yang Guru lakukan?G: Ada empat arah atau tahapan hidup, Anakku. Aku akan menjelaskannya padamu.M: Baik, Guru.G: Yang pertama adalah kesenangan (kama). Kesenangan itu adalah tahap awal, namun seseorang tidak bisa selamanya hanya bersenang-senang. Setiap orang memiliki standar kenyamanan, namun tidak selalu standar itu terpenuhi. Yang kedua adalah harta (artha). Seseorang membutuhkan kekayaan untuk makan, minum dan bertahan hidup. Ini tentang cara menjaga kelangsungan hidup. Yang ketiga, adalah Pengabdian Dharma. Dharma seperti ini sering dipahami sebagai pengabdian yang sempit. Ada banyak cara pengabdian, tidak harus sepertiku, Anakku. Dharma disini adalah tentang berbagi sesuatu sesuai dengan keahlian dan keunikan diri kita. Karena setiap orang mewarisi karma nya masing-masing yang unik dan antara orang satu dengan yang lain berbeda, maka pengabdian seperti itu jelas sekali tidak harus sama bentuknya. Bahkan Aku sebagai Gurumu tidak bisa meniru pengabdian unikmu yang telah kau temukan.M: Bagaimana dengan moksa yang terakhir itu, Guru?G: Moksa itu adalah fase melepas. Ini fase menjadi pendeta. Karena itu ada istilah 'mandito'. Ini bukan pengabdian tapi tentang melepas termasuk melepas 'pengabdian'.M: Guru, jelaskanlah lagi hubungannya moksa dengan fase lainnya. Biarlah aku memahami semuanya itu dengan menyeluruh, Guru.G: Pada fase kesenangan, harta dan pengabdian Dharma, tiga fase ini spesifik. Maksudnya masing-masing punya perwujudannya. Justru tiap individu punya caranya masing-masing dan tidak selalu sama. Sebagai contoh: ada yang mengabdi sebagai pejabat pemerintah, ahli pengobatan, sbg pendidik, sbg ahli sastra, dan lain sebagainya. Apapun bentuknya tapi fase keempatnya sama. Cara melepas itu selalu sama, tiada berbeda.M: Guru, sebenarnya apa yang dimaksud melepas?G: Melepas itu diawali dengan pemahaman bahwa pengabdian itu bukan untuk menonjolkan diri. Jangan anggap bentuk pengabdian orang lain lebih rendah. Bahkan pengabdian seorang ayah atau ibu dalam rumah tangga sebagai komunitas terkecil, itu merupakan pengabdian yang sangat sakral, selama ada ketulusan dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Pada tahap lanjut, melepas itu tentang kelegaan (legowo) dalam segala sesuatu. Kelegaan adalah bathin yang tulus dalam menanggapi apapun.M: Apa itu berarti setiap orang adalah pendeta selama ada kelegaan (legowo)?G: Benar sekali, Anakku. Potensi melepas (moksa) ada dalam diri kita semua. Jangan sampai terjebak pada fungsi kependetaan tapi lupa mandito. Mandito adalah tujuan sejati kita semua, Anakku.M: Guru telah mengembalikan makna pendeta dalam arti sesungguhnya. Terima kasih, Guru.
翻訳されて、しばらくお待ちください..
