Jakarta, CNN Indonesia -- Sepucuk surat dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said meluncur ke meja direksi PT Pertamina (Persero) terkait kelanjutan pengelolaan Blok Mahakam di Kalimantan Timur. Dalam suratnya, sang menteri tidak mempermasalahkan satu pun dari enam poin proposal yang diajukan Pertamina dalam pengelolaan Mahakam ketika kontraknya berakhir 2017 nanti.
Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan surat dari Menteri Sudirman baru diterimanya beberapa hari lalu. Syamsu menyebut, inti dari surat tersebut ada empat.
Pertama, mulai 1 Januari 2018 Pertamina akan mengantongi 100 persen kepemilikan di Mahakam. Kedua, pemerintah menolak permohonan Total E&P Indonesie untuk perpanjangan pengelolaan Mahakam dengan tetap menjadi operator.
Ketiga, jika dirasa perlu oleh Pertamina untuk menjaga produksi, maka Total dan Inpex Corporation boleh kembali dilibatkan di Mahakam. Keempat, Menteri ESDM meminta Pertamina untuk memberikan jatah participating interest untuk Pemerintah Daerah.
"Surat itu tidak menyebutkan apakah Pemerintah Daerah bisa menggandeng perusahaan swasta dalam participating interest-nya," ujar Syamsu usai rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu (22/4).
Namun, Pertamina menurutnya akan sangat selektif dalam melibatkan pemerintah daerah untuk bisa mendapatkan participating interest. Syamsu menyebut banyak mitra Pertamina yang tidak serius berinvestasi dalam sebuah pengelolaan blok migas.
"Tidak mudah cari partner yang serius, ada yang setelah dapat participating interest ternyata tidak berkomitmen lalu akhirnya kita putus," jelas Syamsu.
Menurut Syamsu, surat tersebut tidak hanya ditujukan Sudirman Said kepada Pertamina, tetapi juga ditembuskan kepada Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi.
Menyikapi surat tersebut, Syamsu mengaku Pertamina telah siap mengadakan pertemuan lanjutan dengan manajemen Total dan Inpex. Terutama untuk membahas pokok-pokok perjanjian atau head of agreement (HoA) masa transisi blok Mahakam nantinya sebelum kontrak berakhir 31 Desember 2017.
"Kami sudah siap bertemu, namun batal karena Total bilang belum mendapat surat dari SKK Migas. Kami menunggu saja," ujarnya.
Pertamina, menurut Syamsu, menghendaki masa transisi untuk persiapan menjadi operator Mahakam bisa dilakukan pada 2016 atau 2017.
"Mengapa masa transisi kami minta minimal satu tahun sebelumnya, karena kami perlu tahu reservoir, teknik produksi, dan tender-tender pengadaan yang dilakukan operator sebelumnya di Mahakam. Tujuannya supaya produksi tidak drop," jelasnya.
Namun, Syamsu mengakui bahwa posisi Pertamina untuk bisa mendesak Total dan Inpex memberi kesempatan tersebut sangat tipis. Sebab dalam production sharing contract kedua perusahaan asal Perancis dan Jepang itu dengan pemerintah, tidak ada kewajiban bagi mereka untuk membuka diri bagi perusahaan lain yang akan menggantikannya sebagai operator.
"Secara legal bisa saja Total menolak itu karena selama ini kontrak migas yang dibuat dengan pemerintah tidak ada klausul jika operatornya berpindah. Selalu dapat perpanjangan operator yang lama," katanya.
Balik ke Kontrak
Kardaya Warnika, Ketua Komisi VII DPR menilai Pertamina tidak bisa menjadikan surat Menteri ESDM tersebut sebagai dasar hukum untuk mengelola Mahakam nantinya.
"Undang-Undang (UU) nya kan masih ikut UU Migas yang lama. Tidak bisa surat Menteri itu jadi dasar Pertamina bergerak. Bisa pidana kalau Pertamina gerak gunakan surat itu. Tolong kasih tahu menterinya itu, Pertamina hanya bisa gerak di Mahakam dengan dasar kontrak," kata Kardaya menegaskan.
結果 (
日本語) 1:
[コピー]コピーしました!
Jakarta, CNN Indonesia -- Sepucuk surat dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said meluncur ke meja direksi PT Pertamina (Persero) terkait kelanjutan pengelolaan Blok Mahakam di Kalimantan Timur. Dalam suratnya, sang menteri tidak mempermasalahkan satu pun dari enam poin proposal yang diajukan Pertamina dalam pengelolaan Mahakam ketika kontraknya berakhir 2017 nanti.
Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan surat dari Menteri Sudirman baru diterimanya beberapa hari lalu. Syamsu menyebut, inti dari surat tersebut ada empat.
Pertama, mulai 1 Januari 2018 Pertamina akan mengantongi 100 persen kepemilikan di Mahakam. Kedua, pemerintah menolak permohonan Total E&P Indonesie untuk perpanjangan pengelolaan Mahakam dengan tetap menjadi operator.
Ketiga, jika dirasa perlu oleh Pertamina untuk menjaga produksi, maka Total dan Inpex Corporation boleh kembali dilibatkan di Mahakam. Keempat, Menteri ESDM meminta Pertamina untuk memberikan jatah participating interest untuk Pemerintah Daerah.
"Surat itu tidak menyebutkan apakah Pemerintah Daerah bisa menggandeng perusahaan swasta dalam participating interest-nya," ujar Syamsu usai rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu (22/4).
Namun, Pertamina menurutnya akan sangat selektif dalam melibatkan pemerintah daerah untuk bisa mendapatkan participating interest. Syamsu menyebut banyak mitra Pertamina yang tidak serius berinvestasi dalam sebuah pengelolaan blok migas.
"Tidak mudah cari partner yang serius, ada yang setelah dapat participating interest ternyata tidak berkomitmen lalu akhirnya kita putus," jelas Syamsu.
Menurut Syamsu, surat tersebut tidak hanya ditujukan Sudirman Said kepada Pertamina, tetapi juga ditembuskan kepada Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi.
Menyikapi surat tersebut, Syamsu mengaku Pertamina telah siap mengadakan pertemuan lanjutan dengan manajemen Total dan Inpex. Terutama untuk membahas pokok-pokok perjanjian atau head of agreement (HoA) masa transisi blok Mahakam nantinya sebelum kontrak berakhir 31 Desember 2017.
"Kami sudah siap bertemu, namun batal karena Total bilang belum mendapat surat dari SKK Migas. Kami menunggu saja," ujarnya.
Pertamina, menurut Syamsu, menghendaki masa transisi untuk persiapan menjadi operator Mahakam bisa dilakukan pada 2016 atau 2017.
"Mengapa masa transisi kami minta minimal satu tahun sebelumnya, karena kami perlu tahu reservoir, teknik produksi, dan tender-tender pengadaan yang dilakukan operator sebelumnya di Mahakam. Tujuannya supaya produksi tidak drop," jelasnya.
Namun, Syamsu mengakui bahwa posisi Pertamina untuk bisa mendesak Total dan Inpex memberi kesempatan tersebut sangat tipis. Sebab dalam production sharing contract kedua perusahaan asal Perancis dan Jepang itu dengan pemerintah, tidak ada kewajiban bagi mereka untuk membuka diri bagi perusahaan lain yang akan menggantikannya sebagai operator.
"Secara legal bisa saja Total menolak itu karena selama ini kontrak migas yang dibuat dengan pemerintah tidak ada klausul jika operatornya berpindah. Selalu dapat perpanjangan operator yang lama," katanya.
Balik ke Kontrak
Kardaya Warnika, Ketua Komisi VII DPR menilai Pertamina tidak bisa menjadikan surat Menteri ESDM tersebut sebagai dasar hukum untuk mengelola Mahakam nantinya.
"Undang-Undang (UU) nya kan masih ikut UU Migas yang lama. Tidak bisa surat Menteri itu jadi dasar Pertamina bergerak. Bisa pidana kalau Pertamina gerak gunakan surat itu. Tolong kasih tahu menterinya itu, Pertamina hanya bisa gerak di Mahakam dengan dasar kontrak," kata Kardaya menegaskan.
翻訳されて、しばらくお待ちください..
