Awalnya saya membayangkan menjalani ibadah puasa di Jepang tak akan semeriah dan seru seperti di Indonesia. Di negara yang penduduknya mayoritas non-muslim ini Ramadan pasti akan saya lalui dengan sepi. Tetapi itu semua terbantahkan, saya merasa berpuasa di sini itu seru.
Kaget serta takjub karena Ramadan di Jepang ternyata menyenangkan dan memberikan makna tersendiri di hati. Walaupun tidak ada adzan berkumandang dan jajanan khas berbuka, tapi justru saya bisa merasakan keberkahan dan indahnya bulan suci ramadan.
Tahun ini adalah tahun ketiga saya menjalani Ramadan di Jepang tepatnya di kota Sendai, salah satu kota yang sempat diterjang tsunami pada tahun 2011 lalu. Boleh dikatakan saya sudah terbiasa dan tahu dengan sebagian besar suasana dan kegiatan yang rutin dilakukan di bulan suci ini.
Pada bulan Ramadan, setiap minggunya saya dan teman- teman pelajar Indonesia di sini disibukkan dengan kegiatan buka puasa bersama antar warga muslim Indonesia yang diadakan pada hari sabtu. Persiapan dimulai sejak siang hari, warga Indonesia yang mendapat giliran memasak biasanya berkumpul dan memasak masakan khas Indonesia seperti soto, opor, kolak dan lainnya. Buka puasa ini menjadi ajang melepas rindu dengan masakan Indonesia. Tidak hanya buka puasa saja, satu atau dua kali didatangkan pula ustad dari Indonesia.
Sedangkan setiap hari minggu pada bulan Ramadan ini, giliran komunitas muslim sendai atau ICCS (Islamic Cultural Centre of Sendai) yang menjadi tuan rumah untuk buka puasa bersama. Buka puasa bersama ini memberi kesempatan untuk saya dan teman-teman pelajar lainnya mencoba makanan khas dari berbagai negara seperti makanan khas Turki, Bangladesh, Pakistan, dan juga Malaysia. Untuk rasa? Jangan ditanya, saya dan teman- teman sangat menikmatinya apalagi makanan ini didapatkan secara cuma- cuma alias gratis. Alhamdulillah.
Selain itu, saya juga berkesempatan untuk berkenalan dan silahturahmi dengan muslim dari negara- negara tersebut. Inilah kesempatan yang mungkin tidak akan saya dapatkan saat saya berada di Indonesia.
Ada lagi pengalaman yang belum pernah saya alami selama di Indonesia yaitu beritikaf di masjid selama sepuluh malam terakhir bulan ramadhan. Jujur saja saat saya di Indonesia, saya belum pernah beritikaf di masjid selama sepuluh hari terakhir ramadan dikarenakan berbagai alasan seperti janji buka puasa bersama yang semakin banyak mendekati lebaran, mudik ke kampung halaman, dan bahkan membantu keluarga memasak untuk lebaran. Sedangkan sekarang sejak tinggal di Jepang saya tidak harus melakukan kegiatan tersebut, jadi bisa melaksanakan itikaf di mesjd. Alhamdulillah, saya mempunyai lebih banyak kesempatan dan waktu untuk memaksimalkan ibadah di bulan penuh berkah ini.
Inilah kesempatan yang saya sangat syukuri dan berkesan selama saya menjalani bulan ramadan di negeri sakura. Walaupun sedih karena tidak bisa berkumpul dan menjalani bulan puasa dengan keluarga di Indonesia, kesedihan in bisa terobati oleh berkah dan kesempatan berbeda yang bisa saya dapatkan di negeri sakura ini. Alhamdulillah.
Awalnya saya membayangkan menjalani ibadah puasa di Jepang tak akan semeriah dan seru seperti di Indonesia. Di negara yang penduduknya mayoritas non-muslim ini Ramadan pasti akan saya lalui dengan sepi. Tetapi itu semua terbantahkan, saya merasa berpuasa di sini itu seru.
Kaget serta takjub karena Ramadan di Jepang ternyata menyenangkan dan memberikan makna tersendiri di hati. Walaupun tidak ada adzan berkumandang dan jajanan khas berbuka, tapi justru saya bisa merasakan keberkahan dan indahnya bulan suci ramadan.
Tahun ini adalah tahun ketiga saya menjalani Ramadan di Jepang tepatnya di kota Sendai, salah satu kota yang sempat diterjang tsunami pada tahun 2011 lalu. Boleh dikatakan saya sudah terbiasa dan tahu dengan sebagian besar suasana dan kegiatan yang rutin dilakukan di bulan suci ini.
Pada bulan Ramadan, setiap minggunya saya dan teman- teman pelajar Indonesia di sini disibukkan dengan kegiatan buka puasa bersama antar warga muslim Indonesia yang diadakan pada hari sabtu. Persiapan dimulai sejak siang hari, warga Indonesia yang mendapat giliran memasak biasanya berkumpul dan memasak masakan khas Indonesia seperti soto, opor, kolak dan lainnya. Buka puasa ini menjadi ajang melepas rindu dengan masakan Indonesia. Tidak hanya buka puasa saja, satu atau dua kali didatangkan pula ustad dari Indonesia.
Sedangkan setiap hari minggu pada bulan Ramadan ini, giliran komunitas muslim sendai atau ICCS (Islamic Cultural Centre of Sendai) yang menjadi tuan rumah untuk buka puasa bersama. Buka puasa bersama ini memberi kesempatan untuk saya dan teman-teman pelajar lainnya mencoba makanan khas dari berbagai negara seperti makanan khas Turki, Bangladesh, Pakistan, dan juga Malaysia. Untuk rasa? Jangan ditanya, saya dan teman- teman sangat menikmatinya apalagi makanan ini didapatkan secara cuma- cuma alias gratis. Alhamdulillah.
Selain itu, saya juga berkesempatan untuk berkenalan dan silahturahmi dengan muslim dari negara- negara tersebut. Inilah kesempatan yang mungkin tidak akan saya dapatkan saat saya berada di Indonesia.
Ada lagi pengalaman yang belum pernah saya alami selama di Indonesia yaitu beritikaf di masjid selama sepuluh malam terakhir bulan ramadhan. Jujur saja saat saya di Indonesia, saya belum pernah beritikaf di masjid selama sepuluh hari terakhir ramadan dikarenakan berbagai alasan seperti janji buka puasa bersama yang semakin banyak mendekati lebaran, mudik ke kampung halaman, dan bahkan membantu keluarga memasak untuk lebaran. Sedangkan sekarang sejak tinggal di Jepang saya tidak harus melakukan kegiatan tersebut, jadi bisa melaksanakan itikaf di mesjd. Alhamdulillah, saya mempunyai lebih banyak kesempatan dan waktu untuk memaksimalkan ibadah di bulan penuh berkah ini.
Inilah kesempatan yang saya sangat syukuri dan berkesan selama saya menjalani bulan ramadan di negeri sakura. Walaupun sedih karena tidak bisa berkumpul dan menjalani bulan puasa dengan keluarga di Indonesia, kesedihan in bisa terobati oleh berkah dan kesempatan berbeda yang bisa saya dapatkan di negeri sakura ini. Alhamdulillah.
翻訳されて、しばらくお待ちください..
