PEMBAHASAN
Salah satu cara pengendalian penyakit yang ramah lingkungan dan berpotensi untuk dikembangkan ialah secara hayati dengan menggunakan mikrobia yang hidup di sekitar akar tanaman sebagai agen biopestisida, secara langsung maupun tidak langsung, untuk mengontrol penyakit terutama patogen tular tanah. Beberapa jenis mikrobia yang sudah banyak dikembangkan dan diaplikasi sebagai bahan baku biofungisida adalah Trichoderma harzianum, Gliocladium sp dan Aspergillus niger, sedang bakteri yang banyak dikembangkan adalah Bacillus subtilis, Bacillus polymyxa, Bacillus thuringiensis, Bacillus pantotkenticus, Burkholderia cepacia dan Pseudomonas fluorescens (Anonymous 2004).
Pengendalian hayati dengan menggunakan mikroorganisme merupakan pendekatan alternatif yang perlu dikaji dan dikembangkan, sebab relatif aman serta bersifat ramah lingkungan. Telah banyak dilaporkan beberapa mikroorganisme antagonis memiliki daya antagonisme yang tinggi terhadap patogen tanaman dan dapat menekan perkembangan patogen tular tanah (soil borne pathogen). Berdasarkan keadaan ini maka eksplorasi dan skrining agen hayati harus dilakukan dalam rangka untuk menemukan gen-gen baru yang berpotensi sebagai agen pengendalian hayati penyakit tanaman yang ramah lingkungan. Mekanisme antagonis yang dilakukan adalah berupa persaingan hidup, parasitisme, antibiosis dan lisis (Trianto dan Gunawan Sumantri 2003).
Karakterisasi morfologi bakteri diketahui dengan melakukan pengamatan terhadap morfologi, pewarnaan Gram dan endospora, uji biokimiawi, serta identifikasi isolat bakteri. Pengamatan morfologi yang dilakukan meliputi warna koloni, bentuk koloni bakteri, tepian koloni, elevasi (kenaikan permukaan koloni), kenampakan koloni, dan kepekatan koloni.
Bacillus sp. merupakan gram positif, bentuk batang (basil) dengan rangkaian sel berbentuk rantai (streptobasil) dan letak endospora subterminal. Katalase positif, motil, diameter koloni berkisar 0,5-2 μm, optimum untuk pertumbuhannya 26- 280C, hidrolisis pati negatif, urease dan indol negatif, uji sitrat dan Voges-Proskauer positif, serta mampu memfermentasi glukosa. Beberapa anggota genus Bacillus dapat menghidrolisis kasein, dapat tumbuh pada kondisi aerobik dan anaerobik.
Pseudomonas sp. memiliki ciri, yaitu bakteri gram negatif, bentuk batang (basil), katalase positif, respirasi aerob dengan oksigen sebagai akseptor elektron terakhir, namun pada beberapa kasus nitrat dapat digunakan sebagai alternatif akseptor elektron. Sebagian besar genus Pseudomonas tidak mampu menghidrolisis pati. Isolat Pseudomonas sp. dipurifikasi dengan teknik koloni sel tunggal. Koloni bakteri yang tumbuh tampak seragam berwarna putih kekuningan, sirkuler dengan diameter koloni sekitar 1,5- 5 mm.
Menurut Lorito (1998), yang mengatakan bahwa Gliocladium sp adalah cendawan yang dapat mengeluarkan gliovirin dan viridian merupakan zat antibiotik yang bersifat fungistatik pada patogen. pada uji antagonisme ini adalah antibiosis. Hal ini dapat diketahui dengan terbentuknya zone penghambatan di sekitar koloni jamur antagonis. Cendawan Trichoderma sp. merupakan mikroorganisme tanah bersifat saprofit yang secara alami menyerang cendawan patogen dan bersifat menguntungkan bagi tanaman. Cendawan Trichoderma sp. merupakan salah satu jenis cendawan yang banyak dijumpai hampir pada semua jenis tanah dan pada berbagai habitat yang merupakan salah satu jenis cendawan yang dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati pengendali patogen tanah. Cendawan ini dapat berkembang biak dengan cepat pada daerah perakaran tanaman.
Pengamatan morfologi isolat yang diperoleh dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Menurut Kartika (2012), bahwa karakterisasi (identifikasi) morfologi cendawan dilakukan atas dasar karakteristik pemurnian melalui kultur koloni tunggal. Karakterisasi morfologi cendawan Trichoderma sp. mengacu pada buku identifikasi Watanabe (2002) dan Domsch et al., (1980). Secara makroskopis meliputi bentuk, warna koloni dan diameter pertumbuhan cendawan Trichoderma sp.. Hasil pengamatan yang dilakukan selama satu minggu setelah perlakuan, Trichoderma sp. pada media jagung terdapat kontaminasi sehingga karakteristik warna yang terdapat pada media bukan hanya warna hijau saja.
Actinomycetes merupakan mikroorganisme tanah yang umum dijumpai pada berbagai jenis tanah. Populasinya berada pada urutan kedua setelah bakteri, bahkan kadangkadang hampir sama (Alexander, 1961; Elberson et al., 2000). Actinomycetes hidup sebagai safrofit dan aktif mendekomposisi bahan organik, sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah (Nonomura dan Ohara, 1969a,b). Actinomycetes merupakan salah satu mikroorganisme yang mampu mendegradasi selulosa di samping bakteri, kapang, dan khamir (Abe et al., 1979; Nakase et al., 1994; Xu et al., 1996). Koloni Actinomycetes yang diperoleh memiliki bentuk hampir bulat, tepiannya rata, dan permukaannya licin. Sedangkan warna koloni yang tampak berbeda adalah abu-abu kusam dan abu-abu terang. Perbedaan ukuran koloni kemungkinan disebabkan perbedaan usia koloninya. Menurut Lechevalier dan Lechevalier (1980) warna yang muncul pada koloni Actinomycetes ini terjadi akibat pigmentasi, sehingga timbul warna koloni yang berbeda sesuai jenis Actinomycetes yang diperoleh.