Anak tidak tahu diri!"
Satu.
"Kamu tidak berguna!"
Dua.
"Seharusnya kamu mati dikandungan!"
Tiga.
"Aku muak melihatmu!"
Empat.
"Pembawa sial!"
Lima.
"Hidupku hancur karena kamu!"
Ada seorang anak laki-laki duduk meringkuk di lantai. Tubuh kecilnya melingkar di atas dinginnya lantai kayu, muka basah karena air mata yang tidak berhenti mengalir keluar dari mata birunya.
Rasa takut kental mewarnai sinar matanya, menatap dua sosok dewasa yang berdiri sambil menghadap kebawah dirinya. Membuatnya merasa sangat kecil sekali, seperti gampang untuk diremukkan dalam sekali injak.
Suara wanita terdengar dari salah satu sosok tersebut, dia berteriak. "Mati saja kamu. Anak penganggu, bisanya bikin susah!" Teriakannya melengking sekali, membuat telinga jadi sakit.
Si anak yang dimaksudkan terisak lagi. Dia sudah tak kuat menangis, namun kata-kata dari sang mama menyakiti hatinya. Rasanya panas. Sesak.
Kemudian suara laki-laki ikut menimpali, satu tendangan kaki melayang ke si anak. Suara isakan kini bercampur dengan raung kesakitan.
"Anak bodoh! Bodoh! Mengecewakan! Pergi saja kamu!" Sang pria lebih tak berperasaan, menggunakan kakinya untuk menggulingkan tubuh kecil anaknya sendiri. Menyingkirkannya jauh laksana dia adalah sampah.
Akhirnya si anak yang sedari tadi menangis dalam sakit dan sedih membuka mulutnya. Kalimat patah terucap setengah tak jelas akibat dari isakan tangis bercampur tarikan nafas lewat hidung, "Ma-Ma-Maafkan... Hec--Hector.... Mama... Pa--Papa..." Suaranya lirih terdengar, begitu pelan nan kecil...
Meski Hector meminta mereka berhenti mengatakan hal menyakitkan dan memukulinya, kedua orang tuanya tidak mendengarkan permintaannya. Mereka lanjut melakukan apa yang biasa mereka lakukan setiap harinya; merusak putera mereka yang tak mengerti apa-apa.
Memberitahu betapa malangnya mereka mendapatkan seorang anak seperti dirinya, anak menyusahkan yang kelahirannya tidak diinginkan sama sekali. Seorang anak yang memaksa mereka untuk meninggalkan hal-hal yang mereka cintai dimasa muda mereka...
Hector kecil tak meminta banyak. Yang ia inginkan adalah Papa dan Mama untuk berhenti menyakitinya, dan Hector berjanji akan menjadi anak yang lebih baik supaya mereka bisa merasa bangga kepadanya.
Namun sepertinya Papa dan Mama sudah terlanjur benci. Benci sama anak sendiri, satu-satunya anak yang bisa mereka miliki...
Memangnya salah Hector itu apa? Hector sendiri saja tidak tahu.
Apa salahku? Apa salahku? Apa salahku? Hanya tulah yang dipikirkan oleh sang anak tatkala Papa dan Mama menyakitinya. Terus-terusan menyalahkan dirinya sendiri atas perbuatan mereka.
Salah apa aku? Salah apa aku...?
"Hector!! Bangun, Hector!!"
Peter menahan pundak Hector yang meronta-ronta dalam tidurnya. Hector menyahut, menegang, dan tubuhnya bersimbah keringat. Dia mengalami mimpi buruk, sehingga membangunkan Peter yang tidur memeluk Hector dari belakang. Peter sudah merasa aneh ketika dia terbangun karena mendengar Hector meringis terus kekasihnya itu mulai tremor tidak jelas.
"Bangun, Hector!!" Peter mulai meraih wajah Hector, memegangnya erat dibagian rahang bawah. "Hector, my dear; kamu dengar aku? Ini aku, Peter. Shhh, tenang... Tenang..." Dia mencoba membangunkan Hector secara lembut. Peter beralih menurunkan badannya diatas Hector, sedikit menindihnya demi menghentikan badan Hector yang meronta.
"Hhnn--- Tidak-- hen--ti--kan... Stop... Ja-jangan-- lukai--aku." Hector bergumam tidak sadar. Kedua mata terpejam erat sekali.
"Shhh," Peter bergerak memeluk Hector, kedua tangan melingkar di lehernya. "Aku tak akan melukaimu, Hector. Shh... Sekarang bangunlah... Aku disini..." Dia memohon sangat.
Akhirnya Hector membuka kedua matanya.
Air mata jatuh bebas dari pelupuk mata, sergahan nafas pendek bak habis menyelam di ambil oleh Hector. Dia bertemu pandang sama muka Peter yang ada diatasnya, terkejut mendapati Peter setengah menindih tubuhnya.
"Peter?! A--ah---apa yang??" Cekat Hector.
"Oh! Maaf---" Peter segera beralih kembali ke sisi tempat tidur yang kosong.
Ia memperhatikan seksama bagaimana Hector merayap keluar dari bawah selimut dan tempat tidur mereka berdua. T-shirt dan celana pendek yang Hector kenakan untuk tidur melekat di tubuhnya karena keringat, Peter juga bisa melihat kaki Hector gemetaran saat pria itu memasuki kamar mandi.
Peter yang gak percaya kalau Hector baik-baik saja setelah bangun kasar seperti itu segera mengikuti langkah Hector masuk ke kamar mandi. Disana Hector mencoba membasuh mukanya pakai air keran mengalir di wastafel tetapi kedua telapak tangannya terlalu gemetaran buat menampung air. Hector memaki kesal karena ketidakberdayaannya.
"Sini, biar aku bantu... Duduklah dulu, dear." Peter segera mengambil alih situasi. Ia mendorong lembut Hector untuk duduk di pinggir bath tub mereka sementara ia mengambil handuk bersih dari rak khusus peralatan kamar mandi mereka. Handuk itu dibasahi pakai air dingin oleh Peter, kemudian pria itu duduk bertekuk lutut dihadapan Hector dan mulai membasuh wajahnya menggunakan handuk tersebut.
Peter selanjutnya bertanya apakah Hector sudah merasa lebih tenang atau belum, Hector menjawab iya. Maka mereka kembali ke kamar tidur, Peter merangkul erat tangan Hector sampai mereka kembali ke tempat tidur. Tak lupa Peter menyelimuti Hector kembali.
"Apa kamu menginginkan sesuatu? Mungkin Teh? Atau Air dingin?" Tanya Peter, mengusap-usap wajah hitman tercintanya.
Hector menelan ludah kasar dahulu sebelum menjawab Peter, "Ai--Air. Air..." Ucapnya pelan.
Segera Peter berjalan cepat keluar kamar. Kembali-kembali sudah ada segelas air dingin diatas tangannya. Dia membantu Hector buat minum, menaikan kepala Hector sedikit supaya airnya tidak tumpah kemana-mana pas Peter mendekatkan pinggir gelas ke bibir Hector.
"Hhhh... Peter..." Hector bernafas pendek setelah minum, Peter dengan lembut merebahkan Hector kembali ke tempat tidur.
Peter ikut rebahan di samping kekasihnya, merentangkan kedua tangannya di badan Hector. Hector langsung memeluknya balik, kedua lengan mengait erat di punggung Peter. Badannya lagi-lagi mengalami tremor walau tidak separah yang tadi.
"Shhh. Jangan banyak berbicara... Aku tahu kamu lelah, mengalami mimpi buruk itu memang tidak menyenangkan..." Bisik si mata-mata MI6, kasih sayangnya tercurah dalam setiap elusan lembut yang ia berikan ke punggung Hector.
Hector terdiam dalam pelukan Peter. Benar-benar tidak bergeming, cuman terdengar suara kecil macam isakan yang tertahankan keluar dari mulutnya. Dia bukanlah hitman menyeramkan dan mematikan saat ini, sekarang ia adalah pria biasa yang berada dalam kondisi ketakutan akibat dari mimpi refleksi masa lalunya.
Perlahan Peter mulai mengajak Hector berbicara, "Mimpi yang sama lagi, dear? Tentang kedua orang tuamu?" Tanyanya.
Lagi-lagi tidak ada balasan dari Hector. Peter menganggap itu sebagai iya.
"Those bastard..." Hector pelan-pelan berkata. Tubuh masih mengigil dibawah pegangan Peter. "I hope they're dead already, aku muak diganggu oleh mereka terus-menerus." Suara pelannya berubah jadi geraman, amarah muncul dalam diri Hector.
"Itu cuman mimpi, Hector. Tidak ada hubungannya dengan keberadaan mereka. Sudah jangan ingat-ingat tentang mereka lagi..." Potong Peter, tahu kalau dia harus menenangkan Hector terlebih dahulu.
Hector Dixon di mata orang luar mungkin terlihat sebagai pembunuh bayaran yang classy, modis, sinis, dan dingin... Namun bagi orang-orang yang mengenalnya dengan baik, Hector adalah pria pendiam yang mengobservasi baik keadaan sekitarnya. Diam-diam dia perhatian, namun memilih untuk melihat dari jauh saja. Hector juga punya sisi rapuhnya sendiri, sama seperti orang lain... Dan sekarang ia dalam kondisi tidak berdaya sama sekali.
Orang tuanya sendiri adalah sumber masalah yang di alami oleh Hector. Mereka benar-benar tidak menginginkan kehadirannya, tak pernah berhenti merusaknya baik lewat verbal atau fisik... Karena tidak tahan atas semua siksaan itulah Hector memilih kabur dari rumah pada umur 15 tahun dan tidak pernah kembali lagi ke rumah terkutuk itu sampai sekarang.
"Peter, I---- I hate them so much. I hate them, I hate them... I wish they're gone..."
Hector mulai berbisik. Suara bisikannya satu demi satu berubah jadi isak tangis. Itu mengagetkan Peter, akan tetapi dia berusaha tenang dan semakin merangkul Hector erat pada dirinya dengan harapan mampu menenangkan kekasihnya.
"Ssshhh, my dear. Everything is going to be alright. I am here, I will never hurt you.... Kamu aman bersamaku, aku akan menjagamu dengan sangat baik..."
Peter balas berbisik ke Hector, mendekatkan kepala Hector ke sisi lehernya dan Hector membenamkan wajahnya untuk menangis bersandarkan pundak Peter.
Mereka berdua tetap terbangun hingga pagi hari tiba. Peter menemani Hector menangis sampai tenang, sama sekali tidak melepaskan pegangannya dari Hector.
Peter berjanji pada dirinya sendiri kalau dia tak akan membiarkan siapapun melukai Hector...
Selamanya.
Anak tidak tahu diri!"
Satu.
"Kamu tidak berguna!"
Dua.
"Seharusnya kamu mati dikandungan!"
Tiga.
"Aku muak melihatmu!"
Empat.
"Pembawa sial!"
Lima.
"Hidupku hancur karena kamu!"
Ada seorang anak laki-laki duduk meringkuk di lantai. Tubuh kecilnya melingkar di atas dinginnya lantai kayu, muka basah karena air mata yang tidak berhenti mengalir keluar dari mata birunya.
Rasa takut kental mewarnai sinar matanya, menatap dua sosok dewasa yang berdiri sambil menghadap kebawah dirinya. Membuatnya merasa sangat kecil sekali, seperti gampang untuk diremukkan dalam sekali injak.
Suara wanita terdengar dari salah satu sosok tersebut, dia berteriak. "Mati saja kamu. Anak penganggu, bisanya bikin susah!" Teriakannya melengking sekali, membuat telinga jadi sakit.
Si anak yang dimaksudkan terisak lagi. Dia sudah tak kuat menangis, namun kata-kata dari sang mama menyakiti hatinya. Rasanya panas. Sesak.
Kemudian suara laki-laki ikut menimpali, satu tendangan kaki melayang ke si anak. Suara isakan kini bercampur dengan raung kesakitan.
"Anak bodoh! Bodoh! Mengecewakan! Pergi saja kamu!" Sang pria lebih tak berperasaan, menggunakan kakinya untuk menggulingkan tubuh kecil anaknya sendiri. Menyingkirkannya jauh laksana dia adalah sampah.
Akhirnya si anak yang sedari tadi menangis dalam sakit dan sedih membuka mulutnya. Kalimat patah terucap setengah tak jelas akibat dari isakan tangis bercampur tarikan nafas lewat hidung, "Ma-Ma-Maafkan... Hec--Hector.... Mama... Pa--Papa..." Suaranya lirih terdengar, begitu pelan nan kecil...
Meski Hector meminta mereka berhenti mengatakan hal menyakitkan dan memukulinya, kedua orang tuanya tidak mendengarkan permintaannya. Mereka lanjut melakukan apa yang biasa mereka lakukan setiap harinya; merusak putera mereka yang tak mengerti apa-apa.
Memberitahu betapa malangnya mereka mendapatkan seorang anak seperti dirinya, anak menyusahkan yang kelahirannya tidak diinginkan sama sekali. Seorang anak yang memaksa mereka untuk meninggalkan hal-hal yang mereka cintai dimasa muda mereka...
Hector kecil tak meminta banyak. Yang ia inginkan adalah Papa dan Mama untuk berhenti menyakitinya, dan Hector berjanji akan menjadi anak yang lebih baik supaya mereka bisa merasa bangga kepadanya.
Namun sepertinya Papa dan Mama sudah terlanjur benci. Benci sama anak sendiri, satu-satunya anak yang bisa mereka miliki...
Memangnya salah Hector itu apa? Hector sendiri saja tidak tahu.
Apa salahku? Apa salahku? Apa salahku? Hanya tulah yang dipikirkan oleh sang anak tatkala Papa dan Mama menyakitinya. Terus-terusan menyalahkan dirinya sendiri atas perbuatan mereka.
Salah apa aku? Salah apa aku...?
"Hector!! Bangun, Hector!!"
Peter menahan pundak Hector yang meronta-ronta dalam tidurnya. Hector menyahut, menegang, dan tubuhnya bersimbah keringat. Dia mengalami mimpi buruk, sehingga membangunkan Peter yang tidur memeluk Hector dari belakang. Peter sudah merasa aneh ketika dia terbangun karena mendengar Hector meringis terus kekasihnya itu mulai tremor tidak jelas.
"Bangun, Hector!!" Peter mulai meraih wajah Hector, memegangnya erat dibagian rahang bawah. "Hector, my dear; kamu dengar aku? Ini aku, Peter. Shhh, tenang... Tenang..." Dia mencoba membangunkan Hector secara lembut. Peter beralih menurunkan badannya diatas Hector, sedikit menindihnya demi menghentikan badan Hector yang meronta.
"Hhnn--- Tidak-- hen--ti--kan... Stop... Ja-jangan-- lukai--aku." Hector bergumam tidak sadar. Kedua mata terpejam erat sekali.
"Shhh," Peter bergerak memeluk Hector, kedua tangan melingkar di lehernya. "Aku tak akan melukaimu, Hector. Shh... Sekarang bangunlah... Aku disini..." Dia memohon sangat.
Akhirnya Hector membuka kedua matanya.
Air mata jatuh bebas dari pelupuk mata, sergahan nafas pendek bak habis menyelam di ambil oleh Hector. Dia bertemu pandang sama muka Peter yang ada diatasnya, terkejut mendapati Peter setengah menindih tubuhnya.
"Peter?! A--ah---apa yang??" Cekat Hector.
"Oh! Maaf---" Peter segera beralih kembali ke sisi tempat tidur yang kosong.
Ia memperhatikan seksama bagaimana Hector merayap keluar dari bawah selimut dan tempat tidur mereka berdua. T-shirt dan celana pendek yang Hector kenakan untuk tidur melekat di tubuhnya karena keringat, Peter juga bisa melihat kaki Hector gemetaran saat pria itu memasuki kamar mandi.
Peter yang gak percaya kalau Hector baik-baik saja setelah bangun kasar seperti itu segera mengikuti langkah Hector masuk ke kamar mandi. Disana Hector mencoba membasuh mukanya pakai air keran mengalir di wastafel tetapi kedua telapak tangannya terlalu gemetaran buat menampung air. Hector memaki kesal karena ketidakberdayaannya.
"Sini, biar aku bantu... Duduklah dulu, dear." Peter segera mengambil alih situasi. Ia mendorong lembut Hector untuk duduk di pinggir bath tub mereka sementara ia mengambil handuk bersih dari rak khusus peralatan kamar mandi mereka. Handuk itu dibasahi pakai air dingin oleh Peter, kemudian pria itu duduk bertekuk lutut dihadapan Hector dan mulai membasuh wajahnya menggunakan handuk tersebut.
Peter selanjutnya bertanya apakah Hector sudah merasa lebih tenang atau belum, Hector menjawab iya. Maka mereka kembali ke kamar tidur, Peter merangkul erat tangan Hector sampai mereka kembali ke tempat tidur. Tak lupa Peter menyelimuti Hector kembali.
"Apa kamu menginginkan sesuatu? Mungkin Teh? Atau Air dingin?" Tanya Peter, mengusap-usap wajah hitman tercintanya.
Hector menelan ludah kasar dahulu sebelum menjawab Peter, "Ai--Air. Air..." Ucapnya pelan.
Segera Peter berjalan cepat keluar kamar. Kembali-kembali sudah ada segelas air dingin diatas tangannya. Dia membantu Hector buat minum, menaikan kepala Hector sedikit supaya airnya tidak tumpah kemana-mana pas Peter mendekatkan pinggir gelas ke bibir Hector.
"Hhhh... Peter..." Hector bernafas pendek setelah minum, Peter dengan lembut merebahkan Hector kembali ke tempat tidur.
Peter ikut rebahan di samping kekasihnya, merentangkan kedua tangannya di badan Hector. Hector langsung memeluknya balik, kedua lengan mengait erat di punggung Peter. Badannya lagi-lagi mengalami tremor walau tidak separah yang tadi.
"Shhh. Jangan banyak berbicara... Aku tahu kamu lelah, mengalami mimpi buruk itu memang tidak menyenangkan..." Bisik si mata-mata MI6, kasih sayangnya tercurah dalam setiap elusan lembut yang ia berikan ke punggung Hector.
Hector terdiam dalam pelukan Peter. Benar-benar tidak bergeming, cuman terdengar suara kecil macam isakan yang tertahankan keluar dari mulutnya. Dia bukanlah hitman menyeramkan dan mematikan saat ini, sekarang ia adalah pria biasa yang berada dalam kondisi ketakutan akibat dari mimpi refleksi masa lalunya.
Perlahan Peter mulai mengajak Hector berbicara, "Mimpi yang sama lagi, dear? Tentang kedua orang tuamu?" Tanyanya.
Lagi-lagi tidak ada balasan dari Hector. Peter menganggap itu sebagai iya.
"Those bastard..." Hector pelan-pelan berkata. Tubuh masih mengigil dibawah pegangan Peter. "I hope they're dead already, aku muak diganggu oleh mereka terus-menerus." Suara pelannya berubah jadi geraman, amarah muncul dalam diri Hector.
"Itu cuman mimpi, Hector. Tidak ada hubungannya dengan keberadaan mereka. Sudah jangan ingat-ingat tentang mereka lagi..." Potong Peter, tahu kalau dia harus menenangkan Hector terlebih dahulu.
Hector Dixon di mata orang luar mungkin terlihat sebagai pembunuh bayaran yang classy, modis, sinis, dan dingin... Namun bagi orang-orang yang mengenalnya dengan baik, Hector adalah pria pendiam yang mengobservasi baik keadaan sekitarnya. Diam-diam dia perhatian, namun memilih untuk melihat dari jauh saja. Hector juga punya sisi rapuhnya sendiri, sama seperti orang lain... Dan sekarang ia dalam kondisi tidak berdaya sama sekali.
Orang tuanya sendiri adalah sumber masalah yang di alami oleh Hector. Mereka benar-benar tidak menginginkan kehadirannya, tak pernah berhenti merusaknya baik lewat verbal atau fisik... Karena tidak tahan atas semua siksaan itulah Hector memilih kabur dari rumah pada umur 15 tahun dan tidak pernah kembali lagi ke rumah terkutuk itu sampai sekarang.
"Peter, I---- I hate them so much. I hate them, I hate them... I wish they're gone..."
Hector mulai berbisik. Suara bisikannya satu demi satu berubah jadi isak tangis. Itu mengagetkan Peter, akan tetapi dia berusaha tenang dan semakin merangkul Hector erat pada dirinya dengan harapan mampu menenangkan kekasihnya.
"Ssshhh, my dear. Everything is going to be alright. I am here, I will never hurt you.... Kamu aman bersamaku, aku akan menjagamu dengan sangat baik..."
Peter balas berbisik ke Hector, mendekatkan kepala Hector ke sisi lehernya dan Hector membenamkan wajahnya untuk menangis bersandarkan pundak Peter.
Mereka berdua tetap terbangun hingga pagi hari tiba. Peter menemani Hector menangis sampai tenang, sama sekali tidak melepaskan pegangannya dari Hector.
Peter berjanji pada dirinya sendiri kalau dia tak akan membiarkan siapapun melukai Hector...
Selamanya.
翻訳されて、しばらくお待ちください..
