“Nyet! Bisa tidak sih berhenti comot kentang gorengku?” Kudengar Ohm yang duduk di sebelahku mencicit kesal. Biarin! Aku lapar! Kuteruskan aksi tanganku yang ahli ini untuk mengambil kentang gorengnya.
“Eh, nyet!! Habiss!! Aku makan apa nih jadinya?!” teriak Ohm yang memukul kepalaku. Aku mendecih kesal dan menunjuk rerumputan yang berjejer rapi di belakang halaman lapangan.
“Tuh makananmu banyak di sana.” Dan akhirnya aku mendapatkan pukulan lagi di kepala. Dia pikir kepalaku ini apa? Meskipun bulat, bukan berarti kepalaku sama dengan bola basket, dasar kentut.
“Tumben gak beli jajanan? Bokek?” tanya Per. “Gak, lagi hemat mau beli laptop baru.” jawabku malas, aku mengambil dan meminum jus jeruk milik Knott.
“Gilaa, beli laptop baru lagi? Kebanyakan nonton bokep, men! Jadi rusak deh kan tuh laptop.” Kutampar mulut berisik milik Ohm lalu menelungkupkan kepalaku ke meja, bosan.
Bukannya laptopku rusak karena seperti yang dikatakan mulut kotor milik Ohm itu. Laptopku kutendang jatuh dari kasur saat aku ketiduran main facebook dari laptop. Keren, kan? Sudahlah.
“Kyaaa!!”
“Ouii!!”
“Apaan, tuh?” kaget Per. Kamvret! Aku terkejut dan hampir saja terjatuh dari kursiku, bukan karena aku lebay, tapi karena Ohm mengguncang tubuhku dengan keras sambil berkata, “Oi! Coba lihat, tuh!” Aku pun menegakkan tubuhku dengan malas. Apaan sih?
“Ohh, si pangeran tumben ke kantin, pantas saja semuanya pada heboh.” Palm menjelaskan seraya tertawa kecil saat melihat para siswi dan bahkan para siswa yang ada di kantin ini saling berbisik dan ada yang berteriak heboh melihat beberapa siswa, sekitar 5 orang siswa yang masuk ke area kantin.
Hampir semua mata yang ada di kantin ini tertuju pada 5 orang siswa itu. Aku tidak tahu yang mana yang mereka bicarakan, yang jelas aku cuma melihat sekilas ke lima siswa yang berjalan seperti boyband itu.
“Pangeran apaan sih? Emang ada pangeran lain selain Noh?” tanyaku bosan sambil memakan kacang yang entah milik siapa. Kulihat mata Ohm memicing tajam kearahku.
“Syiitt, Noh! Phun, loh! Masa gak tahu? Anak konglomerat, juara umum, anggota OSIS, dan cowok tertampan di sekolah ini!” jelas Keng dengan heboh. Rasanya aku ingin menampar anak ini.
“Gak tahu.” Beneran, aku gak tahu. Aku bukan tipe yang peduli sama hal gituan. Siapa sih memangnya? Ada yang lebih ganteng dari Noh? Mana orangnya? Tunjukkan!
Dong berdecak. “Tumben banget tuh, biasa juga gak pernah masuk ke kantin.”
“Dia sesombong itu? Sampai-sampai gak mau makan makanan kantin?” tanyaku. Ih, mereka semua mengetahui tentang si Phun itu, kenapa aku gak tahu?
“Bukan, kodok. Dia biasanya cuma main sama temannya di kelas, dengar-dengar sih katanya ribet kalau ke kantin, pasti jadi pusat perhatian dan akhirnya gak bisa makan.” Kali ini Khom yang mencicit. Kami semua serentak menoleh ke arah 5 siswa itu. “Itu, yang berponi, yang berjalan paling depan itu.” Bisik Keng. Hem?? Yang berjalan paling depan? Yang berponi? Oh yang itu? Emmm lumayan tampan- hmm yah lumayan lah. Ehem, iya, iya! Dia tampan! Banget!
Kami semua bingung saat Phun melihat ke arah kami sejenak sebelum akhirnya berjalan ke meja yang ada di belakang meja kami dengan sebungkus roti dan sekotak susu di tangannya. Sehat banget ya makanannya. Heh heh heh.
Dan terlihat beberapa cowok yang berjalan di belakang Phun pun ikut duduk di meja yang sama, mungkin itu teman-temannya. Hah, wahtever.
“Aaah! Laparrr~ Aku nyerah! Ohm, pinjam uangmu, besok pasti aku balikan.” Ohm pun memberiku selembar uang. Tanpa melihat berapa jumlahnya, aku pun berdiri dan berjalan ke counter. Baru beberapa langkah aku berjalan, aku baru menyadari jumlah uang yang diberikan Ohm.
“Oi, kodok!!” teriakku sambil berbalik. Kulihat Phun tersontak dengan teriakanku dan beberapa dari temannya juga menoleh ke arahku. Aku menyengir sambil menangkupkan ke dua tanganku di depan wajah, minta maaf. Maluuuu.
Aku segera berlari ke arah Ohm dan menendang pantatnya. “Apaan ini? Uang segini buat beli bungkusan plastiknya saja pun gak bakalan cukup!” repetku melihat Ohm yang tertawa terbahak-bahak berhasil mengerjaiku. “Kasihan banget tuh Phun kaget dengar teriakanmu. Hahahha!” Sial nih anak masih saja ketawa, bukannya ngasih uangnya.
“Ini juga gara-gara ulahmu! Ngoi, pinjam uang dulu, nanti aku balikan. Si sialan Ohm ini gak berguna.” ujarku kesal lalu menendang kaki Ohm sebelum berjalan ke arah counter kantin.
“P’, hamburger satu, saus cabainya jangan kebanyakan.” pesanku singkat. Baru saja menunggu beberapa detik, aku dapat merasakan beberapa siswi mulai mendekat ke arahku.
“P’Nohhh~ Pesan apa? Udah ada meja belum?” Aku menoleh dan mendapati beberapa siswi yang cukup imut-imut dan cantik-cantik, salah seorang dari mereka bertanya padaku dengan malu-malu. Aku tersernyum, “Hamburger. Itu, mejaku di sana.”
Entah kenapa mereka bisa sekompak itu menghela napas kecewa. “Yasudah, kami ke sana dulu, ya. Bye-bye, P’Noh.” Aku hanya mengangguk dan melambaikan tanganku pada mereka.
Tuh, apa kubilang? Sedari tadi aku bertanya siapa yang lebih tampan dan terkenal dari Noh itu bukan candaan. Aku itu juga masuk ke dalam cowok terkenal di kalangan cewek, tertampan dan terkeren di sekolah ini. Maka dari itu aku sedikit terkejut saat tahu kalau ada yang lebih terkenal dan tampan dariku.
Hahahah, iya aku memang pede, dan sekarang tante kantin itu mengernyit melihatku yang senyum-senyum sendiri di sini.
Saat aku berjalan kembali ke mejaku dengan setengah berlari karena sebentar lagi bel berakhirnya istirahat akan berbunyi, tanpa sengaja aku melihat ke arah Phun yang juga melihat ke arahku.
Kenapa menatapku? Apa dia dendam padaku karena telah membuat dia terkejut? Apa dia mengira dialah yang aku panggil kodok? Ah, sudahlah. Aku berjalan terus tanpa menghiraukan tatapannya dan kembali mendaratkan pantatku di bangku.
“Nyet! Bisa tidak sih berhenti comot kentang gorengku?” Kudengar Ohm yang duduk di sebelahku mencicit kesal. Biarin! Aku lapar! Kuteruskan aksi tanganku yang ahli ini untuk mengambil kentang gorengnya.
“Eh, nyet!! Habiss!! Aku makan apa nih jadinya?!” teriak Ohm yang memukul kepalaku. Aku mendecih kesal dan menunjuk rerumputan yang berjejer rapi di belakang halaman lapangan.
“Tuh makananmu banyak di sana.” Dan akhirnya aku mendapatkan pukulan lagi di kepala. Dia pikir kepalaku ini apa? Meskipun bulat, bukan berarti kepalaku sama dengan bola basket, dasar kentut.
“Tumben gak beli jajanan? Bokek?” tanya Per. “Gak, lagi hemat mau beli laptop baru.” jawabku malas, aku mengambil dan meminum jus jeruk milik Knott.
“Gilaa, beli laptop baru lagi? Kebanyakan nonton bokep, men! Jadi rusak deh kan tuh laptop.” Kutampar mulut berisik milik Ohm lalu menelungkupkan kepalaku ke meja, bosan.
Bukannya laptopku rusak karena seperti yang dikatakan mulut kotor milik Ohm itu. Laptopku kutendang jatuh dari kasur saat aku ketiduran main facebook dari laptop. Keren, kan? Sudahlah.
“Kyaaa!!”
“Ouii!!”
“Apaan, tuh?” kaget Per. Kamvret! Aku terkejut dan hampir saja terjatuh dari kursiku, bukan karena aku lebay, tapi karena Ohm mengguncang tubuhku dengan keras sambil berkata, “Oi! Coba lihat, tuh!” Aku pun menegakkan tubuhku dengan malas. Apaan sih?
“Ohh, si pangeran tumben ke kantin, pantas saja semuanya pada heboh.” Palm menjelaskan seraya tertawa kecil saat melihat para siswi dan bahkan para siswa yang ada di kantin ini saling berbisik dan ada yang berteriak heboh melihat beberapa siswa, sekitar 5 orang siswa yang masuk ke area kantin.
Hampir semua mata yang ada di kantin ini tertuju pada 5 orang siswa itu. Aku tidak tahu yang mana yang mereka bicarakan, yang jelas aku cuma melihat sekilas ke lima siswa yang berjalan seperti boyband itu.
“Pangeran apaan sih? Emang ada pangeran lain selain Noh?” tanyaku bosan sambil memakan kacang yang entah milik siapa. Kulihat mata Ohm memicing tajam kearahku.
“Syiitt, Noh! Phun, loh! Masa gak tahu? Anak konglomerat, juara umum, anggota OSIS, dan cowok tertampan di sekolah ini!” jelas Keng dengan heboh. Rasanya aku ingin menampar anak ini.
“Gak tahu.” Beneran, aku gak tahu. Aku bukan tipe yang peduli sama hal gituan. Siapa sih memangnya? Ada yang lebih ganteng dari Noh? Mana orangnya? Tunjukkan!
Dong berdecak. “Tumben banget tuh, biasa juga gak pernah masuk ke kantin.”
“Dia sesombong itu? Sampai-sampai gak mau makan makanan kantin?” tanyaku. Ih, mereka semua mengetahui tentang si Phun itu, kenapa aku gak tahu?
“Bukan, kodok. Dia biasanya cuma main sama temannya di kelas, dengar-dengar sih katanya ribet kalau ke kantin, pasti jadi pusat perhatian dan akhirnya gak bisa makan.” Kali ini Khom yang mencicit. Kami semua serentak menoleh ke arah 5 siswa itu. “Itu, yang berponi, yang berjalan paling depan itu.” Bisik Keng. Hem?? Yang berjalan paling depan? Yang berponi? Oh yang itu? Emmm lumayan tampan- hmm yah lumayan lah. Ehem, iya, iya! Dia tampan! Banget!
Kami semua bingung saat Phun melihat ke arah kami sejenak sebelum akhirnya berjalan ke meja yang ada di belakang meja kami dengan sebungkus roti dan sekotak susu di tangannya. Sehat banget ya makanannya. Heh heh heh.
Dan terlihat beberapa cowok yang berjalan di belakang Phun pun ikut duduk di meja yang sama, mungkin itu teman-temannya. Hah, wahtever.
“Aaah! Laparrr~ Aku nyerah! Ohm, pinjam uangmu, besok pasti aku balikan.” Ohm pun memberiku selembar uang. Tanpa melihat berapa jumlahnya, aku pun berdiri dan berjalan ke counter. Baru beberapa langkah aku berjalan, aku baru menyadari jumlah uang yang diberikan Ohm.
“Oi, kodok!!” teriakku sambil berbalik. Kulihat Phun tersontak dengan teriakanku dan beberapa dari temannya juga menoleh ke arahku. Aku menyengir sambil menangkupkan ke dua tanganku di depan wajah, minta maaf. Maluuuu.
Aku segera berlari ke arah Ohm dan menendang pantatnya. “Apaan ini? Uang segini buat beli bungkusan plastiknya saja pun gak bakalan cukup!” repetku melihat Ohm yang tertawa terbahak-bahak berhasil mengerjaiku. “Kasihan banget tuh Phun kaget dengar teriakanmu. Hahahha!” Sial nih anak masih saja ketawa, bukannya ngasih uangnya.
“Ini juga gara-gara ulahmu! Ngoi, pinjam uang dulu, nanti aku balikan. Si sialan Ohm ini gak berguna.” ujarku kesal lalu menendang kaki Ohm sebelum berjalan ke arah counter kantin.
“P’, hamburger satu, saus cabainya jangan kebanyakan.” pesanku singkat. Baru saja menunggu beberapa detik, aku dapat merasakan beberapa siswi mulai mendekat ke arahku.
“P’Nohhh~ Pesan apa? Udah ada meja belum?” Aku menoleh dan mendapati beberapa siswi yang cukup imut-imut dan cantik-cantik, salah seorang dari mereka bertanya padaku dengan malu-malu. Aku tersernyum, “Hamburger. Itu, mejaku di sana.”
Entah kenapa mereka bisa sekompak itu menghela napas kecewa. “Yasudah, kami ke sana dulu, ya. Bye-bye, P’Noh.” Aku hanya mengangguk dan melambaikan tanganku pada mereka.
Tuh, apa kubilang? Sedari tadi aku bertanya siapa yang lebih tampan dan terkenal dari Noh itu bukan candaan. Aku itu juga masuk ke dalam cowok terkenal di kalangan cewek, tertampan dan terkeren di sekolah ini. Maka dari itu aku sedikit terkejut saat tahu kalau ada yang lebih terkenal dan tampan dariku.
Hahahah, iya aku memang pede, dan sekarang tante kantin itu mengernyit melihatku yang senyum-senyum sendiri di sini.
Saat aku berjalan kembali ke mejaku dengan setengah berlari karena sebentar lagi bel berakhirnya istirahat akan berbunyi, tanpa sengaja aku melihat ke arah Phun yang juga melihat ke arahku.
Kenapa menatapku? Apa dia dendam padaku karena telah membuat dia terkejut? Apa dia mengira dialah yang aku panggil kodok? Ah, sudahlah. Aku berjalan terus tanpa menghiraukan tatapannya dan kembali mendaratkan pantatku di bangku.
翻訳されて、しばらくお待ちください..
