Untuk menyampaikan tanggapan tertulis atas Berita Acara Konseling no. BA-05/WPJ.06/BD.04/2014 (selanjutnya disebut sebagai “Berita Acara”) berdasarkan pertemuan yang dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2014 antara pihak kami dengan pihak KPP Pratama Jakarta Menteng Satu.
I. Latar Belakang
PT Guna Citra Trans Utama (GCTU), sebuah perusahaan berbadan hukum perseroan yang berdiri di Indonesia, mengikat perjanjian keagenan (Agency Agreement) dengan Itochu Express Co. (ITCEXP), sebuah perusahaan yang berbadan hukum di Jepang. Perjanjian tersebut ditandatangani pada tanggal 1 Oktober 1998. Berdasarkan perjanjian tersebut, GCTU setuju untuk memberikan ITCEXP dan pelanggannya bantuan berupa jasa transportasi, jasa forwarding, jasa pergudangan, formalitas ekspor impor, jasa custom clearence dan jasa lainnya.
Selain itu, ITCEXP juga memberikan jasa manajemen kepada GCTU berdasarkan perjanjian Management Agreement yang disetujui pada tanggal 1 Desember 1998. Dalam perjanjian tersebut, disetujui bahwa ITCEXP akan mengirimkan pegawainya ke GCTU untuk memberikan jasa tersebut kepada GCTU. Untuk keperluan tersebut, Akira Matsumoto ditempatkan di GCTU untuk melaksanakan kegiatan jasa manajemen tersebut untuk ITCEXP.
Pada tahun 2005, GCTU menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Tagihan Pajak (STP) terkait kewajiban pajak tahun 2001 dengan detail sebagai berikut:
Kami juga mengerti bahwa seluruh tagihan pajak tersebut masih belum diselesaikan oleh GCTU. Selanjutnya, berdasarkan informasi yang tertuang dalam berita acara tersebut ITCEXP, dianggap menjadi pihak yang bertanggung jawab atas tunggakan pajak tersebut.
II. Penjelasan ITCEXP
Bahwa dalam surat ini kami ingin menyampaikan beberapa informasi yang menurut kami tidak sesuai dengan fakta atas keadaan yang sebenarnya sebagaimana yang tertuang dalam Berita Acara Tersebut, sebagai berikut:
1. Butir 6 pada Berita Acara
Dalam butir tersebut disebutkan bahwa Akira Matsumoto, adalah pihak yang dianggap mengelola perusahaan dan pihak KPP menyimpulkan bahwa Direksi GCTU tidak aktif dan tidak bekerja di kantor. Kami tidak setuju dengan kesimpulan tersebut dengan penjelasan sebagai berikut:
i. Akira Matsumoto dalam hal ini bekerja dalam kapasitasnya untuk menjalankan jasa manajemen untuk GCTU. Hal ini sudah sesuai dengan persetujuan dalam Management Service Agreement yang diketahui, disetujui dan ditandatangani oleh Direksi GCTU. Sehingga tidak benar bahwa Akira Matsumoto adalah pihak yang mengelola GCTU. Dalam hal ini, GCTU masih merupakan tanggung jawab dari Direksi. Dalam hal ini, Akira Matsumoto bekerja untuk Direksi GCTU
ii. Bahwa secara hukum, Kuasa Direksi tidak serta merta menempatkan Akira Matsumoto sebagai Direksi GCTU. Sehingga baik secara de facto dan de jure, Direksi GCTU masih ada dan tidak ada perubahan sama sekali atas susunan Direksi GCTU.
iii. Bahwa Direksi GCTU secara nyata menjalankan kegiatan Perusahaan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan fakta bahwa SPT Tahunan PPh Badan GCTU ditandatangani oleh Direktur GCTU sebagaimana yang tredaftar dalam Akte Perusahaan. Sehingga tidak benar bahwa Direksi GCTU tidak aktif dan tidak bekerja.
2. Butir 8 pada Berita Acara
Dalam butir tersebut disebutkan bahwa sisa kewajiban pajak senilai Rp 19.743.761.492 untuk tahun pajak 2001 dan 2002 adalah masih terkait Agency Agreement dan Management Service Agreement antara GCTU dan ITCEXP. Pada dasarnya, kedua perjanjian tersebut, Agency Agreement dan Management Service Agreement, masih berlaku untuk periode 2001 dan 2002. Namun, kami tidak setuju bahwa SKPKB tersebut terkait dengan baik Agency Agreement maupun Management Service Agreement antara GCTU dan ITCEXP dengan alasan sebagai berikut:
i. Bahwa dengan adanya Agency Agreement tersebut, GCTU menjadi partner bisnis dari ITCEXP dan atas kegiatannya akan menerima penghasilan. Namun, tidak ada keterkaitan antara Agency Agreement tersebut dengan SKPKB tersebut. Hubungan antara Agency Agreement tersebut dengan GCTU hanya sebatas bahwa penghasilan yang diterima GCTU dari ITCEXP merupakan penghasilan kena pajak dan itu merupakan kewajiban GCTU sebagai wajib pajak Indonesia untuk memperhitungkan penghasilan tersebut dalam SPT Tahunan PPh Badan.
ii. Sama halnya dengan adanya Management Service Agreement, GCTU akan memiliki tambahan biaya terkait personel yang secara khusus ditempatkan di GCTU untuk menjalankan jasa manajemen tersebut. Biaya tersebut merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak dan itu merupakan kewajiban GCTU sebagai wajib pajak Indonesia untuk memperhitungkan biaya tersebut dalam SPT Tahunan PPh Badan.
3. Butir 9 pada Berita Acara
Dalam butir tersebut disebutkan bahwa penyelesaian dari Agency Agreement antara GCTU dengan ITCEXP akan mencakup atas sisa kewajiban GCTU terhadap pihak terkait dan tidak terbatas pada kewajiban perpajakan. Bahwa sepengetahuan kami, hingga saat ini tidak pernah ada persetujuan atau perjanjian apapun yang disepakati antara GCTU dengan ITCEXP selain atas Agency Agreement maupun Management Service Agreement. Sebagai tambahan, beberapa butir dalam Agency Agreement telah secara jelas menegaskan hak dan kewajiban masing-masing pihak:
i. Pasal 2 butir g
“GCTU shall bear all costs and expense incurred by it in performing its duties hereunder, unless otherwise provided for herein.”
Dalam pasal ini ditegaskan dan disetujui oleh GCTU, bahwa GCTU akan menanggung biaya apapun yang timbul terkait dengan pelaksanaan Agency Agreement tersebut. Hal in dapat diartikan termasuk biaya pajak yang timbul atas kegiatan GCTU terkait pelaksanaan hak dan kewajibannya dalam Agency Agreement tersebut. Tidak ada pengecualian apapun dalam perjanjian ini yang menyebabkan kewajiban perpajakan GCTU dapat menjadi beban ITCEXP.
ii. Pasal 12 paragraph 3
The rights and obligations of each party hereunder are personal to that party and neither party shall assign, transfer, charge or in any way deal with or purpose or change its rights and obligations.
Bahwa jelas telah disetujui bahwa masing masing pihak, baik ITCEXP maupun GCTU tidak akan saling membebani pihak lainnya atas kewajiban mereka. Dalam hal ini, sesuai denga perjanjian yang disetujui oleh Direktur GCTU, bahwa ia akan bertanggung jawab atas hak dan kewajibannya sendiri dan tidak akan membebani ITCEXP. Tidak ada pengecualian apapun dalam perjanjian ini yang menyebabkan kewajiban perpajakan GCTU dapat menjadi beban ITCEXP.
4. Butir 10 pada Berita Acara
Dalam butir tersebut disebutkan bahwa GCTU dianggap sebagai dependent agent atas ITCEXP di Indonesia dan karenanya memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) karena ITCEXP dianggap menjalankan usaanya melalui GCTU.
Perlu kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut yang menurut kami sangat fundamental dalam menganalisis kondisi tersebut:
i. Dalam menetapkan suatu badan usaha sebagai dependent agent atau bukan memerlukan analisis lebih mendalam. Fakta bahwa GCTU merupakan agen ITCEXP berdasarkan Agency Agreement tidak serta merta menjadikan GCTU sebagai dependent agent atas ITCEXP. Berdasarkan laporan keuangan yang diaudit oleh Kantor akuntan public Sidharta Sidharta & Harsono, transaksi signifikan GCTU dengan ITOCHU group selama tahun 2001 adalah sebagai berikut:
Berdasarkan informasi di atas, nilai penghasilan yang diperoleh GCTU dari group perusahaan ITOCHU adalah sekitar 50% dari total penghasilannya. Sesui dengan definisi yang disampaikan oleh pihak KPP dalam Berita Acara, dependent agent timbul apabila seluruh atau hamper seluruh kegiatan usaha perusahaan tersebut untuk perusahaan di luar negri. Dalam hal ini, data statistik di atas secara gambling menunjukkan bahwa syarat tersebut tidak dapat terpenuhi oleh GCTU. Sehingga GCTU tidak dapat dianggap sebagai dependent agent karena tidak seluruh atau hampir seluruh kegiatan usahanya untuk ITCEXP.
ii. Selain itu, berdasarkan pasal 8 dari Agency Agreement antara GCTU dan ITCEXP ditegaskan pula bahwa sebagai berikut:
“Either party hereto has no power to legally represent the other party hereto, to make and enter into contract with any person or persons on behalf, or in the name of the other party hereto, and to do anything to legally bind the other party hereto, without specific prior written authorization of such other party.”
Sehingga, pada dasarnya GCTU tidak dalam hal apapun menjalankan kegiatan atas nama ITCEXP, tapi menjalankan usahanya sendiri sesuai dengan kegiatan usahanya, yaitu jasa freight forwarding.
iii. Selanjutnya, dalam menentukan ada atau tidaknya BUT atas dependent agent untuk ITCEXP seharusnya didasarkan pada Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang disetujui antara pihak Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Jepang. Hal ini sesuai dengan prinsip Lex Specialis, di mana dalam hal terdapat ketentuan perpajakan yang diatur dalam P3B yang berbeda dengan ketentuan perpajakan yang diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, perlakuan perpajakannya didasarkan pada ketentuan dalam P3B tersebut.
Selanjutnya, dalam pasal 5 ayat (8) dari P3B antara Indonesia dan Jepang menyebutkan bahwa:
“An enterprise of a Contracting State shall not be deemed to have a permanent establishment in the other Contracting State merely because it carries on business in that other Contracting State through a broker, general commission agent or any other agent of an independent status, provided that such persons are acting in the ordinary course of their business”
Berdasarkan penjelasan pada butir i di atas, ditegaskan bahwa GCTU tidak memenuhi kualifikasi untuk dianggap sebagai dependent agent atas ITCEXP. Karena itu, sesuai dengan Pasal 5 ayat (8) dari P3B, GCTU bukan merupakan BUT dari ITCEXP.
iv. Fakta bahwa Akira Matsumoto memiliki peran sebagai kordinator tidak memiliki relevansi dalam analisis bahwa GCTU merupakan BUT dari ITCEXP ataupun bukan. Sesuai dengan Pasal 5 ayat (6) dari P3B antara Indonesia dan Jepang sebagai berikut:
“Where a person (other than an agent of an independent stat
Untuk menyampaikan tanggapan tertulis atas Berita Acara Konseling no. BA-05/WPJ.06/BD.04/2014 (selanjutnya disebut sebagai “Berita Acara”) berdasarkan pertemuan yang dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2014 antara pihak kami dengan pihak KPP Pratama Jakarta Menteng Satu.
I. Latar Belakang
PT Guna Citra Trans Utama (GCTU), sebuah perusahaan berbadan hukum perseroan yang berdiri di Indonesia, mengikat perjanjian keagenan (Agency Agreement) dengan Itochu Express Co. (ITCEXP), sebuah perusahaan yang berbadan hukum di Jepang. Perjanjian tersebut ditandatangani pada tanggal 1 Oktober 1998. Berdasarkan perjanjian tersebut, GCTU setuju untuk memberikan ITCEXP dan pelanggannya bantuan berupa jasa transportasi, jasa forwarding, jasa pergudangan, formalitas ekspor impor, jasa custom clearence dan jasa lainnya.
Selain itu, ITCEXP juga memberikan jasa manajemen kepada GCTU berdasarkan perjanjian Management Agreement yang disetujui pada tanggal 1 Desember 1998. Dalam perjanjian tersebut, disetujui bahwa ITCEXP akan mengirimkan pegawainya ke GCTU untuk memberikan jasa tersebut kepada GCTU. Untuk keperluan tersebut, Akira Matsumoto ditempatkan di GCTU untuk melaksanakan kegiatan jasa manajemen tersebut untuk ITCEXP.
Pada tahun 2005, GCTU menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Tagihan Pajak (STP) terkait kewajiban pajak tahun 2001 dengan detail sebagai berikut:
Kami juga mengerti bahwa seluruh tagihan pajak tersebut masih belum diselesaikan oleh GCTU. Selanjutnya, berdasarkan informasi yang tertuang dalam berita acara tersebut ITCEXP, dianggap menjadi pihak yang bertanggung jawab atas tunggakan pajak tersebut.
II. Penjelasan ITCEXP
Bahwa dalam surat ini kami ingin menyampaikan beberapa informasi yang menurut kami tidak sesuai dengan fakta atas keadaan yang sebenarnya sebagaimana yang tertuang dalam Berita Acara Tersebut, sebagai berikut:
1. Butir 6 pada Berita Acara
Dalam butir tersebut disebutkan bahwa Akira Matsumoto, adalah pihak yang dianggap mengelola perusahaan dan pihak KPP menyimpulkan bahwa Direksi GCTU tidak aktif dan tidak bekerja di kantor. Kami tidak setuju dengan kesimpulan tersebut dengan penjelasan sebagai berikut:
i. Akira Matsumoto dalam hal ini bekerja dalam kapasitasnya untuk menjalankan jasa manajemen untuk GCTU. Hal ini sudah sesuai dengan persetujuan dalam Management Service Agreement yang diketahui, disetujui dan ditandatangani oleh Direksi GCTU. Sehingga tidak benar bahwa Akira Matsumoto adalah pihak yang mengelola GCTU. Dalam hal ini, GCTU masih merupakan tanggung jawab dari Direksi. Dalam hal ini, Akira Matsumoto bekerja untuk Direksi GCTU
ii. Bahwa secara hukum, Kuasa Direksi tidak serta merta menempatkan Akira Matsumoto sebagai Direksi GCTU. Sehingga baik secara de facto dan de jure, Direksi GCTU masih ada dan tidak ada perubahan sama sekali atas susunan Direksi GCTU.
iii. Bahwa Direksi GCTU secara nyata menjalankan kegiatan Perusahaan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan fakta bahwa SPT Tahunan PPh Badan GCTU ditandatangani oleh Direktur GCTU sebagaimana yang tredaftar dalam Akte Perusahaan. Sehingga tidak benar bahwa Direksi GCTU tidak aktif dan tidak bekerja.
2. Butir 8 pada Berita Acara
Dalam butir tersebut disebutkan bahwa sisa kewajiban pajak senilai Rp 19.743.761.492 untuk tahun pajak 2001 dan 2002 adalah masih terkait Agency Agreement dan Management Service Agreement antara GCTU dan ITCEXP. Pada dasarnya, kedua perjanjian tersebut, Agency Agreement dan Management Service Agreement, masih berlaku untuk periode 2001 dan 2002. Namun, kami tidak setuju bahwa SKPKB tersebut terkait dengan baik Agency Agreement maupun Management Service Agreement antara GCTU dan ITCEXP dengan alasan sebagai berikut:
i. Bahwa dengan adanya Agency Agreement tersebut, GCTU menjadi partner bisnis dari ITCEXP dan atas kegiatannya akan menerima penghasilan. Namun, tidak ada keterkaitan antara Agency Agreement tersebut dengan SKPKB tersebut. Hubungan antara Agency Agreement tersebut dengan GCTU hanya sebatas bahwa penghasilan yang diterima GCTU dari ITCEXP merupakan penghasilan kena pajak dan itu merupakan kewajiban GCTU sebagai wajib pajak Indonesia untuk memperhitungkan penghasilan tersebut dalam SPT Tahunan PPh Badan.
ii. Sama halnya dengan adanya Management Service Agreement, GCTU akan memiliki tambahan biaya terkait personel yang secara khusus ditempatkan di GCTU untuk menjalankan jasa manajemen tersebut. Biaya tersebut merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak dan itu merupakan kewajiban GCTU sebagai wajib pajak Indonesia untuk memperhitungkan biaya tersebut dalam SPT Tahunan PPh Badan.
3. Butir 9 pada Berita Acara
Dalam butir tersebut disebutkan bahwa penyelesaian dari Agency Agreement antara GCTU dengan ITCEXP akan mencakup atas sisa kewajiban GCTU terhadap pihak terkait dan tidak terbatas pada kewajiban perpajakan. Bahwa sepengetahuan kami, hingga saat ini tidak pernah ada persetujuan atau perjanjian apapun yang disepakati antara GCTU dengan ITCEXP selain atas Agency Agreement maupun Management Service Agreement. Sebagai tambahan, beberapa butir dalam Agency Agreement telah secara jelas menegaskan hak dan kewajiban masing-masing pihak:
i. Pasal 2 butir g
“GCTU shall bear all costs and expense incurred by it in performing its duties hereunder, unless otherwise provided for herein.”
Dalam pasal ini ditegaskan dan disetujui oleh GCTU, bahwa GCTU akan menanggung biaya apapun yang timbul terkait dengan pelaksanaan Agency Agreement tersebut. Hal in dapat diartikan termasuk biaya pajak yang timbul atas kegiatan GCTU terkait pelaksanaan hak dan kewajibannya dalam Agency Agreement tersebut. Tidak ada pengecualian apapun dalam perjanjian ini yang menyebabkan kewajiban perpajakan GCTU dapat menjadi beban ITCEXP.
ii. Pasal 12 paragraph 3
The rights and obligations of each party hereunder are personal to that party and neither party shall assign, transfer, charge or in any way deal with or purpose or change its rights and obligations.
Bahwa jelas telah disetujui bahwa masing masing pihak, baik ITCEXP maupun GCTU tidak akan saling membebani pihak lainnya atas kewajiban mereka. Dalam hal ini, sesuai denga perjanjian yang disetujui oleh Direktur GCTU, bahwa ia akan bertanggung jawab atas hak dan kewajibannya sendiri dan tidak akan membebani ITCEXP. Tidak ada pengecualian apapun dalam perjanjian ini yang menyebabkan kewajiban perpajakan GCTU dapat menjadi beban ITCEXP.
4. Butir 10 pada Berita Acara
Dalam butir tersebut disebutkan bahwa GCTU dianggap sebagai dependent agent atas ITCEXP di Indonesia dan karenanya memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) karena ITCEXP dianggap menjalankan usaanya melalui GCTU.
Perlu kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut yang menurut kami sangat fundamental dalam menganalisis kondisi tersebut:
i. Dalam menetapkan suatu badan usaha sebagai dependent agent atau bukan memerlukan analisis lebih mendalam. Fakta bahwa GCTU merupakan agen ITCEXP berdasarkan Agency Agreement tidak serta merta menjadikan GCTU sebagai dependent agent atas ITCEXP. Berdasarkan laporan keuangan yang diaudit oleh Kantor akuntan public Sidharta Sidharta & Harsono, transaksi signifikan GCTU dengan ITOCHU group selama tahun 2001 adalah sebagai berikut:
Berdasarkan informasi di atas, nilai penghasilan yang diperoleh GCTU dari group perusahaan ITOCHU adalah sekitar 50% dari total penghasilannya. Sesui dengan definisi yang disampaikan oleh pihak KPP dalam Berita Acara, dependent agent timbul apabila seluruh atau hamper seluruh kegiatan usaha perusahaan tersebut untuk perusahaan di luar negri. Dalam hal ini, data statistik di atas secara gambling menunjukkan bahwa syarat tersebut tidak dapat terpenuhi oleh GCTU. Sehingga GCTU tidak dapat dianggap sebagai dependent agent karena tidak seluruh atau hampir seluruh kegiatan usahanya untuk ITCEXP.
ii. Selain itu, berdasarkan pasal 8 dari Agency Agreement antara GCTU dan ITCEXP ditegaskan pula bahwa sebagai berikut:
“Either party hereto has no power to legally represent the other party hereto, to make and enter into contract with any person or persons on behalf, or in the name of the other party hereto, and to do anything to legally bind the other party hereto, without specific prior written authorization of such other party.”
Sehingga, pada dasarnya GCTU tidak dalam hal apapun menjalankan kegiatan atas nama ITCEXP, tapi menjalankan usahanya sendiri sesuai dengan kegiatan usahanya, yaitu jasa freight forwarding.
iii. Selanjutnya, dalam menentukan ada atau tidaknya BUT atas dependent agent untuk ITCEXP seharusnya didasarkan pada Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang disetujui antara pihak Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Jepang. Hal ini sesuai dengan prinsip Lex Specialis, di mana dalam hal terdapat ketentuan perpajakan yang diatur dalam P3B yang berbeda dengan ketentuan perpajakan yang diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, perlakuan perpajakannya didasarkan pada ketentuan dalam P3B tersebut.
Selanjutnya, dalam pasal 5 ayat (8) dari P3B antara Indonesia dan Jepang menyebutkan bahwa:
“An enterprise of a Contracting State shall not be deemed to have a permanent establishment in the other Contracting State merely because it carries on business in that other Contracting State through a broker, general commission agent or any other agent of an independent status, provided that such persons are acting in the ordinary course of their business”
Berdasarkan penjelasan pada butir i di atas, ditegaskan bahwa GCTU tidak memenuhi kualifikasi untuk dianggap sebagai dependent agent atas ITCEXP. Karena itu, sesuai dengan Pasal 5 ayat (8) dari P3B, GCTU bukan merupakan BUT dari ITCEXP.
iv. Fakta bahwa Akira Matsumoto memiliki peran sebagai kordinator tidak memiliki relevansi dalam analisis bahwa GCTU merupakan BUT dari ITCEXP ataupun bukan. Sesuai dengan Pasal 5 ayat (6) dari P3B antara Indonesia dan Jepang sebagai berikut:
“Where a person (other than an agent of an independent stat
翻訳されて、しばらくお待ちください..